KOMPAS.com - Aksi Kamisan adalah gerakan para penyintas, keluarga korban, dan pegiat HAM, untuk mendesak negara mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara hukum.
Aksi Kamisan dilakukan di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, setiap Kamis pukul 4 sore.
Aksi damai ini bukan hal baru. Aksi Kamisan sudah berjalan 17 tahun dan digelar secara konsisten setiap hari Kamis, sejak 18 Januari 2007.
Kamis, 15 Februari 2024, menandai Aksi Kamisan ke-805.
Berikut ini sejarah Aksi Kamisan yang kini juga digelar di beberapa kota di Indonesia.
Baca juga: 4 Jenis Pelanggaran HAM Berat Internasional Berdasarkan Statuta Roma
Aksi Kamisan dilatarbelakangi oleh sejumlah kasus pelangaran HAM yang melibatkan negara dari masa ke masa.
Indonesia mempunyai banyak kasus pelanggaran HAM yang tidak pernah terselesaikan, di antaranya:
Selain kasus-kasus tersebut, masih banyak deretan kasus pelanggaran HAM lain yang mengorbankan warga sipil, yang tidak pernah diselesaikan negara dengan asas hukum yang berlaku dan adil.
Baca juga: Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia yang Belum Terselesaikan
Negara dinilai justru memberlakukan impunitas terhadap para terduga pelaku dan dalang pelanggar HAM, bahkan beberapa di antaranya masih menjadi bagian pemerintahan dan bebas menggerakkan politik Indonesia.
Atas dasar itulah, lahir aksi damai setiap hari Kamis, yang kini dikenal sebagai Aksi Kamisan.
Tujuan Aksi Kamisan jelas, para penyintas, keluarga korban, dan pegiat HAM, berjuang untuk melawan lupa dan menuntut keadilan segera ditegakkan oleh pemerintah dengan cara menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Aksi Kamisan pertama kali diadakan pada Kamis, 18 Januari 2007, dengan nama Aksi Diam.
Pelopor Aksi Kamisan adalah Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan alias Wawan.
Wawan adalah mahasiswa Unika Atmajaya yang menjadi korban penembakan aparat dalam Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.
Baca juga: Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia
Selain Sumarsih, ada Suciwati, istri mendiang pejuang HAM Munir Said Thalib yang tewas diracun dalam penerbangan menuju Belanda pada 2004, dan Bedjo Untung, perwakilan keluarga korban pembunuhan dan penangkapan tanpa prosedur hukum pascatragedi G30S 1965, yang memotori Aksi Kamisan.