Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Dimaksud dengan Pemakzulan Presiden?

Kompas.com - 22/12/2023, 20:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemakzulan atau yang disebut juga impeachment adalah proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makzul adalah berhenti memegang jabatan atau turun takhta.

Dengan begitu, pemakzulan dapat berarti proses pendakwaan yang berujung pada pemecatan atau pelepasan jabatan, atau hanya merupakan pernyataan dakwaan resmi.

Baca juga: Daftar 5 Presiden dengan Masa Jabatan Terlama di Dunia

Proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden

Pemakzulan presiden di Indonesia dimuat dalam UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR) hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum.

Akan tetapi, usulan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden baru dapat diajukan oleh DPR kepada MPR setelah lebih dulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi guna mengadili dan memutus pendapat DPR mengenai hal pelanggaran yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden.

Menurut Pasal 7A UUD 1945, pemakzulan presiden dapat terjadi apabila presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, seperti korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.

Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR (ayat 3).

Setelah pengajuan dilakukan, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima oleh MK.

Apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan pasal 7B,  DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.

Setelah itu, MPR wajib melaksanakan sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.

Keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Baca juga: Chaim Weizmann, Presiden Pertama Israel

Alat bukti yang dilampirkan

DPR wajib melampirkan dalam permohonannya alat bukti sebagai berikut:

  • Risalah dan/atau berita acara proses pengambilan keputusan DPR bahwa pendapat DPR didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
  • Dokumen hasil pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR yang berkaitan langsung dengan materi permohonan.
  • Risalah dan/atau berita acara rapat DPR.
  • Alat-alat bukti mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden yang menjadi dasar pendapat DPR.

 

Referensi:

  • Marzuki, M Laica. (2010). Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Konstitusi. Vol. 7, Nomor 1, Februari 2010.
  • Berger. Raoul Impeachment. (1974). The Constitutional Problems. USA: Bantam Books.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com