Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Lahirnya Negara

Kompas.com - 18/12/2023, 09:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NEGARA harus ada. Tidak mungkin negara tidak ada. Negara menjamin kehidupan masyarakat. Masyarakat melindungi individu.

Negara runtuh, masyarakat bubar. Negara teratur, masyarakat makmur. Individu pun terlindungi.

Logika sederhana ini dipahami dalam banyak pemikir berbagai peradaban, China, Yunani, Arab dan Eropa masa pencerahan. Bahasa tentu berbeda-beda dan cara mengungkapkannya sesuai dengan budaya dan tradisi.

Empat atau tiga abad yang lalu para pemikir Eropa sepakat bahwa negara, walaupun bentuknya seburuk apa, harus tetap ada. Tidak ada negara berarti masyarakat akan anarkistis dan chaos.

Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan bahkan Niccolo Machievelli (1469-1527) sepakat pentingnya pemerintahan untuk mengatur masyarakat. Masyarakat tanpa negara tidak mungkin bertahan.

Para pemikir Eropa menyaksikan peperangan yang menghancurkan banyak negara. Dinasti runtuh, kerajaan bubar, dan konsekuensinya masyarakat juga terlantar.

Masyakarakat tanpa negara tidak bisa bertahan hidup. Individu-individu dalam masyarakat juga tergantung pada kumpulannya.

Manusia itu makhluk sosial, sebagaimana juga kebanyakan makhluk lain di bumi. Makhluk sosial bergantung keberlangsungan hidupnya dengan tata sosial yang mengatur relasi antarsesama. Manusia perlu hidup bersama dan bekerjasama antarkita.

Pemikir dari Tunisia yang berkarier berpindah-pindah dari Tunisia, Maroko, Andalusia dan Mesir, Ibn Khaldun (1332-1406) mengamati jatuh bangunnya berbagai pemerintahan.

Masalah bagaimana runtuhnya pemerintahan adalah soal lain, negara harus lahir terlebih dahulu untuk kepentingan masyarakat dan peradaban (hadari).

Pemikir Muslim sebelumnya, seperti al-Mawardi (972-1058), sudah menyimpulkan bahwa kehadiran negara mutlak bagi manusia. Seburuk apapun itu dan sezalim apapun terhadap rakyatnya, negara harus ada.

Negara yang zalim, bahkan lebih baik daripada negara yang tidak ada. Cukup kontroversial, tetapi itu realitas apa adanya.

Ibn Khaldun mengamati berbagai rezim, daulah (dinasti), kerajaan di benua Asia, Afrika dan Eropa karena kariernya di tiga benua itu.

Menurut dia, manusia memerlukan keteraturan dalam kehidupan bersama manusia lain. Negaralah yang mengatur itu semua. Negara tempat antarmanusia bekerjasama.

Sebetulnya sejak manusia masih dalam tahap berpindah-pindah, atau dikenal istilah nomaden atau badawi, sudah mengenal pemerintahan sederhana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com