Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Upaya Belanda Mengatasi Hukum Tawan Karang?

Kompas.com - 23/11/2023, 14:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Selama berabad-abad, masyarakat Bali dan Lombok yang bergerak di bidang maritim menerapkan Hukum Tawan Karang.

Berdasarkan Hukum Tawan Karang setiap kapal yang kandas dan terdampar beserta segala muatannya, berhak dimiliki oleh penduduk setempat.

Pada masa penjajahan, Hukum Tawan Karang merugikan Belanda yang hendak menjalankan kepentingannya di Bali.

Belanda kemudian melakukan segenap upaya untuk menghapuskan Hukum Tawan Karang.

Apa upaya pertama pemerintah kolonial Belanda mengatasi Hukum Tawan Karang?

Baca juga: Hukum Tawan Karang: Pengertian, Pelaksanaan, dan Penghapusan

Upaya Belanda menghapus Hukum Tawan Karang

Pemberlakuan Hukum Tawan Karang menyebabkan Belanda melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Buleleng.

Pada abad ke-18, beberapa kerajaan di Bali telah menjalin hubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, hubungan ini terhambat oleh adanya Hukum Tawan Karang.

Sebagai contoh pelaksanaan Hukum Tawan Karang adalah ketika Van den Broeke memimpin rombongan yang dikirim oleh Belanda pada 1817 untuk mendirikan sebuah pangkalan dagang di Bali.

Namun, barang yang seharusnya dikirim ke Buleleng ternyata terdampar di Badung dan muatannya dirampas oleh penguasa setempat.

Peristiwa seperti ini terjadi berkali-kali hingga membuat Belanda sangat kesal dan ingin menghapus Hukum Tawan Karang.

Mulanya, usaha dari Belanda untuk menghapus Hukum Tawan Karang dilakukan dengan jalan damai, yaitu dengan membuat perjanjian dengan raja-raja Bali.

Komisaris Koopman mengajukan beberapa ketentuan, yang kemudian disepakati pada 1841.

Baca juga: Mengapa Belanda Menginginkan Hukum Tawan Karang Dihapus?

Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa apabila kapal Belanda kandas atau terdampar harus diberi pertolongan.

Sebagai gantinya, Belanda bersedia membayar ganti rugi atau uang tebusan jika kapalnya terdampar dan ditolong penduduk setempat.

Meski raja-raja di Bali mau menaati perjanjian tersebut, dalam praktiknya Belanda tidak mau membayar uang tebusan sehingga Hukum Tawan Karang masih diberlakukan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com