Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

"Animal Farm": Memahami Bahaya Kekuasaan

Kompas.com - 17/11/2023, 10:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEKUASAAN memang begitu menyilaukan dan memiliki daya pikat luar biasa bagi pemegangnya. Bahkan kekuasaan juga dikatakan mampu mengubah karakter seseorang.

Bagaimana bisa?

Ada pepatah mengatakan, “bila ingin melihat karakter sesungguhnya dari seseorang, berilah ia kekuasaan!”

Ungkapan ini bisa jadi salah satu rujukan yang bisa kita gunakan untuk mempelajari karakter manusia dalam kaitannya dengan kekuasaan.

Di samping itu, dalam sepanjang catatan sejarah di berbagai belahan dunia, isu seputar kekuasaan beserta efek yang ditimbulkannya sudah menjadi topik sentral dalam kehidupan manusia sejak dulu.

Secara umum, kekuasaan dapat diartikan sebagai kewenangan, wibawa, karisma atau kekuatan fisik yang dimiliki oleh individu atau kelompok untuk menguasai individu atau kelompok lainnya.

Max Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai peluang atau sarana bagi individu untuk dapat mencapai keinginannya sendiri, bahkan sekalipun harus menghadapi perlawanan dari kekuatan eksternal dalam hubungan sosialnya.

Sementara itu, Niccolo Machiavelli mengatakan bahwa kekuasaan merupakan otonomi tersendiri yang terbebas dari moralitas.

Artinya moralitas dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri dan merupakan bagian dari strategi kekuasaan, yang tidak selamanya terkait dengan persoalan ‘baik’ dan ‘buruk’, namun bersifat realistik dan obyektif serta tidak universal.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak jarang pemimpin yang memiliki rasa percaya diri tinggi dan merasa dirinya berhasil akan rela melakukan cara apapun untuk melanggengkan kekuasaannya, sekalipun dengan jalan kecurangan.

Isu seputar kekuasaan dalam kehidupan manusia salah satunya dapat kita soroti dalam karya sastra berjudul Animal Farm yang ditulis oleh sastrawan, kritikus, sekaligus esais Inggris bernama Eric Arthur Blair atau yang lebih dikenal dengan nama pena George Orwell.

Novel bergenre satir-alegorikal politik ini ditulis pada masa Perang Dunia II dan pertama kali dipublikasikan pada Agustus 1945, di Inggris.

Secara terbuka Orwell mengaku bahwa novel ini untuk mengkritisi masa pemerintahan dan kepemimpinan Stalin di Uni Soviet yang ia anggap sangat totaliter dan diktator.

Fabel ini menceritakan tentang kehidupan dan rutinitas para hewan di peternakan milik Tuan Jones.

Pada suatu malam, seekor babi tua bernama Mayor Tua mengumpulkan semua hewan dan menceritakan mimpinya bahwa suatu hari semua hewan harus menguasai dunia serta terbebas dari segala bentuk eksploitasi manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com