Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Lima Firaun Legendaris Mesir Kuno

Kompas.com - 23/08/2023, 17:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejarah Mesir Kuno diperkaya oleh kiprah lima firaun dengan kepemimpinan dan pencapaian luar biasa.

Lima firaun ini tak hanya meninggalkan jejak dalam sejarah, tetapi juga menginspirasi generasi-generasi selanjutnya dengan dedikasi, revolusi agama, dan upaya monumental mereka dalam membangun peradaban yang gemilang.

Berikut ini 5 firaun legendaris Mesir:

Baca juga: Diskursus Seru soal Firaun

Raja Khufu (Cheops): Arsitektur Agung dalam Piramida Giza

Raja Khufu atau dikenal juga sebagai Cheops adalah sosok di balik megahnya Piramida Agung di Giza.

Berkuasa pada sekitar 2589-2566 SM, Raja Khufu memimpin pembangunan piramida yang menjadi salah satu Keajaiban Dunia Kuno, yaitu Piramida Khufu.

Piramida Khufu memiliki tinggi sekitar 146,6 meter dan pengerjaannya memakan waktu sekitar 20 tahun.

Tidak hanya menjadi pusat perhatian dengan ukurannya yang mengesankan, piramida ini juga dihiasi dengan teknologi arsitektur canggih untuk masanya.

Ratu Hatshepsut: Keberanian Seorang Firaun Perempuan

Ratu Hatshepsut yang berkuasa sekitar 1478-1458 SM, mencatatkan sejarah sebagai satu-satunya firaun perempuan yang berhasil mengambil alih takhta Mesir.

Dalam usahanya memperoleh pengakuan dan kredibilitas sebagai pemimpin, Ratu Hatshepsut mengenakan atribut-atribut pakaian kerajaan pria, seperti jubah panjang dan mahkota ganda.

Selama masa pemerintahannya, ia berfokus pada pembangunan proyek-proyek arsitektur megah dan ekspedisi perdagangan ke Nubia.

Lambang kepemimpinannya yang mengilhami adalah kuil-kuil yang ia bangun di Deir el-Bahari.

Firaun Akhenaten: Revolusi Agama dalam Zaman Kegelapan

Firaun Akhenaten (1353-1336 SM) terkenal dengan revolusi agama yang mencoba menggantikan pemujaan terhadap Dewa Amon dengan Dewa Matahari, Aten.

Kepemimpinannya yang kontroversial menghasilkan perubahan radikal dalam seni dan budaya Mesir.

Keputusannya untuk memindahkan ibu kota ke Akhetaten (sekarang Amarna) juga menjadi tonggak dalam sejarah.

Namun, setelah kematiannya, perubahan ini cepat terhapus, dan tradisi pemujaan terhadap dewa-dewa lama kembali diterapkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com