Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukti Politik Balas Budi Bukan untuk Kepentingan Rakyat Indonesia

Kompas.com - 10/01/2023, 17:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Politik balas budi adalah program yang diberikan oleh Belanda untuk kesejahteraan pribumi karena telah diperlakukan secara tidak adil dan dieksploitasi kekayaan alamnya selama masa penjajahan.

Politik balas budi dicetuskan oleh Conrad Theodor van Deventer dalam tulisannya, Een Eereschuld (Utang Kehormatan) pada 1899.

Politik balas budi disebut juga politik etis, yang berisi tiga cara untuk menyejahterakan rakyat Indonesia.

Tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat dalam politik etis meliputi edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan), dan emigrasi (perpindahan penduduk).

Tiga program tersebut dikenal sebagai Trilogi van Deventer atau Trias van Deventer, yang mulai dijalankan pada 1901.

Apakah program politik balas budi untuk kepentingan rakyat Indonesia? Ternyata tidak.

Berikut ini bukti bahwa politik balas budi oleh Pemerintah Belanda bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Baca juga: Isi Trilogi Van Deventer

Motif tersembunyi politik balas budi

Alasan Pemerintah Belanda menerapkan politik balas budi adalah untuk mengganti kerugian rakyat Indonesia atas eksploitasi yang dilakukan selama masa penjajahan.

Secara garis besar, politik etis memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Program edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan), dan emigrasi (perpindahan penduduk) memang berjalan dan membawa dampak positif bagi rakyat Indonesia.

Namun di sisi lain, tujuan politik etis tidak sepenuhnya terwujud karena banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yang semakin membuktikan bahwa program ini sejatinya didesain agar lebih menguntungkan Belanda.

Bukti bahwa politik balas budi oleh Pemerintah Belanda bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia adalah adanya hidden colonialism (kolonialisme tersembuyi).

Baca juga: Mengapa Tujuan Politik Etis Tidak Bisa Terwujud?

Dalam program pendidikan misalnya, terdapat diskriminasi antara golongan priayi atau anak pejabat dengan rakyat biasa.

Pada 1903, di Jawa dan Madura terdapat 245 sekolah kelas II negeri, 326 sekolah swasta, di antaranya 63 dari Zending.

Jumlah murid pada 1902 sebanyak 50.000 orang dan hanya ada 1.623 anak pribumi yang bersekolah di sekolah Eropa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com