Meski dibangun sekolah, tetapi akses bangku sekolah lebih luas didapatkan oleh golongan lapisan atas daripada rakyat biasa.
Rakyat jelata hampir tidak ada kemungkinan untuk dapat memasukkan anaknya ke sekolah menengah atau sekolah tinggi karena mahalnya biaya.
Pada merencanakan program pendidikan, Pemerintah Belanda terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang pro-rakyat dan pro-elite.
Dalam pelaksanaannya, program pendidikan dijalankan oleh kelompok pro-elite, sehingga sasaran utamanya hanya kaum elite pribumi.
Baca juga: Trias van Deventer, Politik Balas Budi Belanda
Hasilnya, anggaran yang disediakan pemerintah Belanda untuk membiayai pendidikan anak-anak Indonesia secara keseluruhan sangat kecil.
Bentuk politisasi dalam praktik pendidikan mengisyaratkan adanya tujuan besar yang implisit.
Pertama, pendidikan sebenarnya bertujuan agar tercipta lapisan elite yang cakap dan bisa bekerja sama untuk menekan ongkos-ongkos belanja Pemerintah Belanda.
Pasalnya, pekerja Eropa tentu tidak akan mau bekerja dengan gaji rendah.
Kedua, adanya sosialisasi kebudayaan Barat pada penduduk Indonesia atau internalisasi westernisasi.
Dengan pendidikan model Barat, diharapkan akan menciptakan kaum bumi putra yang berbudaya Barat, sehingga menyisihkan budaya lokal Indonesia dan semangat nasionalisme.
Dalam program irigasi, irigasi hanya dibangun di daerah-daerah di mana ada perkebunan swasta Belanda.
Baca juga: Mengapa Pemerintah Kolonial Belanda Menerapkan Politik Etis?
Saluran irigasi juga bukan digunakan untuk mengairi daerah persawahan rakyat, melainkan lebih dimaksudkan untuk mengairi daerah perkebunan, misalnya perkebunan tebu.
Jelas irigasi bukan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi diarahkan pada kepentingan ekonomi kolonial.
Selain itu, program migrasi ke luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan milik Belanda.
Rakyat ditempatkan di daerah-daerah perkebunan yang dikembangkan Belanda untuk dipekerjakan.
Pada akhirnya, mereka hanya dipindahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada perkebunan Belanda.
Itulah mengapa politik balas budi bukan untuk kepentingan bangsa Indonesia, tetapi dijalankan untuk memenuhi kebutuhan Belanda.
Referensi: