KOMPAS.com - Zaman Neolitikum atau Batu Muda adalah periode ketika manusia praaksara menggunakan alat-alat dari batu yang telah dihaluskan.
Pada zaman ini terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia, di mana terjadi perubahan dari berburu dan meramu (food gathering) menjadi membuat makanan sendiri (food producing).
Ciri zaman Neolitikum lainnya adalah, masyarakatnya telah hidup menetap, mampu bercocok tanam, beternak, dan mengenal sistem kepercayaan.
Bagaimana sistem kepercayaan masyarakat pada masa Neolitikum?
Baca juga: Zaman Neolitikum: Ciri-ciri, Manusia Pendukung, dan Hasil Kebudayaan
Secara umum, sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa praaksara zaman Neolitikum dapat dibagi ke dalam tiga aliran, di antaranya:
Baca juga: Revolusi Kebudayaan pada Zaman Neolitikum di Indonesia
Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat Neolitikum adalah sikap terhadap alam kehidupan setelah mati.
Masyarakat pada masa Neolitikum percaya bahwa roh orang yang meninggal tidak lenyap tetapi akan memiliki kehidupan alam lain.
Oleh karenanya, orang yang meninggal akan dibekali benda-benda keperluan sehari-hari seperti perhiasan dan periuk, dengan maksud agar perjalanannya ke dunia arwah dapat terjamin.
Kematian dipandang tidak membawa perubahan esensial dalam kedudukan, keadaan, dan sifat seseorang.
Seseorang yang bermartabat rendah juga akan memiliki kedudukan rendah di akhirat.
Biasanya, hanya orang-orang yang terkemuka atau berjasa bagi masyarakat yang dianggap akan mencapai tempat khusus di alam baka.
Baca juga: Kepercayaan Animisme: Pengertian, Sejarah, dan Contohnya
Namun, masyarakat yang hidup pada masa Neolitikum percaya bahwa cara memperoleh tempat khusus di akhirat dapat diusahakan dengan mengadakan pesta tertentu.
Puncak diadakan pesta adalah didirikannya bangunan yang berasal dari batu besar atau disebut tradisi Megalitik.
Beberapa contoh bangunan Megalitik adalah dolmen, menhir, waruga, sarkofagus, dan punden berundak.
Menempatkan orang yang meninggal di peti batu atau sarkofagus menjadi lambang perlindungan bagi manusia berbudi baik.
Gagasan hidup di akhirat berisi keistimewaan yang belum atau yang sudah didapatkan di dunia fana, hanya akan dapat dicapai di dunia akhirat berdasarkan pembuatan amal yang pernah dilakukan selama hidup ditambah besarnya upacara atau pesta kematian yang diselenggarakan.
Referensi: