Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna Puisi "Bunga dan Tembok" Karya Wiji Thukul

Kompas.com - 20/04/2023, 07:00 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri

Penulis

KOMPAS.com - Wiji Thukul dikenal sebagai salah satu penyair ternama asal Indonesia. Ia dikenal sebagai penyair pelo (cadel).

Sudah sejak SD, ia menulis puisi. Ketertarikannya pada dunia teater mulai muncul saat duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Beberapa karyanya diterbitkan di media cetak, baik dalam maupun luar negeri. Sementara karya lainnya diterbitkan oleh Taman Budaya Surakarta.

Puisi "Bunga dan Tembok" menjadi satu dari sekian banyak karyanya yang dikenal masyarakat Indonesia, bahkan sampai saat ini.

Bagaimana isi puisi Wiji Thukul ini dan bagaimana maknanya?

Baca juga: Makna Puisi Dalam Diriku Karya Sapardi Djoko Damono

Isi puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul

Dikutip dari buku Puisi untuk Reformasi: Grafiti di Tembok Istana (2014) oleh Kurnia Jr, berikut isi puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul:

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di Bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Di mana pun tirani harus tumbang! 

Baca juga: Makna Puisi Kita Saksikan Karya Sapardi Djoko Damono

Makna puisi "Bunga dan Tembok"

Dilansir dari jurnal Analisis Puisi "Bunga dan Tembok" Karya Wiji Thukul dengan Pendekatan Semiotik (2023) karya Isnaini Nurhayati dan Megan Asri, puisi ini memiliki makna yang begitu dalam soal pembangunan pemerintah.

Bunga yang tumbuh dan hidup tanpa diharapkan sang pemilik rumah diibaratkan sebagai rakyat kecil.

Dalam puisinya, Wiji Thukul menggambarkan bahwa bunga itu dicabut bahkan disingkirkan dari tanahnya sendiri.

Bak tembok yang menggusur bunga dari tanahnya sendiri, pemerintah berusaha menyingkirkan rakyat demi pembangunan.

Kalimat "Telah kami sebar biji-biji" itu memberi semangat baru bagi generasi mendatang untuk berani melawan serta menuntut apa yang menjadi hak-hak mereka.

Dalam dua bait terakhir, sang penyair memberi semangat bagi para pembaca, bahwasanya meski bunga itu tercerabut, mereka tetap mampu menebarkan bijinya di tanah.

Kesimpulannya, makna puisi "Bunga dan Tembok" ialah kehidupan rakyat kecil yang tergusur akibat galaknya pembangunan pemerintah.

Baca juga: Potret Pembangunan dalam Puisi, Kumpulan Sajak Karya W.S Rendra

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com