Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Menata Harapan Koeksistensi Manusia-Orangutan Tapanuli

Kompas.com - 08/08/2023, 12:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Wanda Kuswanda

ORANGUTAN tapanuli, Pongo tapanuliensis, merupakan satu dari tiga spesies orangutan di Indonesia yang paling terancam punah. Populasinya hanya sekitar 577-760 individu dan habitat terbatas di Lansekap Batang Toru dengan luas tersisa sekitar 138 ribu ha.

Baca juga: Orangutan Kalimantan, Fauna Endemik Indonesia yang Hidup di Hutan Lebat

 

Orangutan tapanuli terfragmentasi pada berbagai status hutan maupun lahan olahan masyarakat. Interaksi negatif, seperti konflik meningkat dan berdampak stres bahkan kematian pada orangutan serta gagal panen pada petani.

Harapan untuk menata terjadinya koeksistensi ‘hidup berdampingan’ manusia dan orangutan masih terbuka apabila dijalankannya berbagai program konservasi untuk memenuhi kebutuhan ekologi orangutan dan sosial ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal dan jasa lingkungan.

Konflik Manusia dengan Orangutan Tapanuli

Penulis telah mempublikasikan fakta terjadinya konflik antara manusia dan orangutan tapanuli pada berbagai jurnal internasional di tahun 2021 dan 2022, diantaranya berjudul Causal factors and models of human-tapanuli orangutan conflict in Batangtoru Landscape dan Characteristics of the tapanuli orangutan habitat in the conflict area of Batantoru Landscape, North Sumatra, Indonesia.

Baca juga: Peneliti Ungkap Bukti Pertama Orangutan Ajarkan Ketrampilan Hidup pada Anaknya

Faktor utama penyebab konflik tersebut adalah keberadaan pohon pakan, maraknya aktivitas penebangan, dan kerusakan tanaman yang dialami masyarakat sehingga potensi konflik akan tinggi di daerah penyangga, terutama pada kebun masyarakat.

Masyarakat disekitar hutan Batangtoru merupakan masyarakat asli seperti dari Marga Siregar, Harahap, Pasaribu dan beberapa marga lainnya dari Suku Mandailing serta masyarakat pendatang dari berbagai propinsi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Mereka mayoritas petani yang hidupnya bergantung dari hasil panen pada lahan olahannya.

Secara turun temurun, mereka membudidayakan pohon aren yang diolah menjadi gula merah, menanam durian, petai, kopi, aren, kayu manis dan jenis tanaman palawija lainnya, yang hasilnya untuk menjadi bahan konsumsi atau dijual untuk meningkatkan penghasilan keluarga.

Fragmentasi habitat dan terisolasinya orangutan tapanuli pada blok-blok habitat yang sempit akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan karet, aktivitas pertambangan, pembangunan infrastruktur seperti jalan, pemukiman dan lainnya.

Hal ini telah berdampak sulitnya orangutan untuk mendapatkan akses makanan pada hutan yang masih alami, terutama hutan konservasi, yang menghasilkan banyak pakan buah, seperti dari jenis Ficus sp. dan Arthocarpus sp. yang banyak tumbuh alami di hutan Batangtoru.

Akhirnya, orangutan banyak mencari makan di sekitar lahan masyarakat karena ketersedian buah dari tanaman masyarakat yang juga disukai oleh orangutan.

Hasil penelitian penulis dalam empat tahun terakhir ini semakin banyak ditemukan orangutan tapanuli yang berada di lahan masyarakat, seperti di Desa Bulu Mario, Desa Aek Nabara, Desa Desa Aek Batang Paya dan desa-desa lainnya di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Baca juga: Wisatawan Bisa Jadi Penyebar Covid-19 ke Orangutan, Ini Penjelasannya

Bahkan beberapa individu orangutan sepertinya telah terhabituasi dan bertahan hidup pada lahan-lahan yang telah dikelola masyarakat untuk mengambil buah-buahan meskipun ancaman setiap saat dapat membahayakan mereka.

Orangutan tapanuli sangat menyukai buah durian, bahkan buah yang masih mengkal (belum matang). Penulis telah mengamati beberapa individu orangutan yang sedang mengkonsumsi durian dan petai.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com