Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/10/2022, 18:05 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Wabah Black Death alias Wabah Hitam yang terjadi pada pertengahan 1300-an ternyata mempengaruhi evolusi manusia. Hal tersebut terungkap setelah peneliti melakukan analisis DNA yang telah diekstraksi dari korban dan penyintas Black Death.

Hasil studi kemudian menunjukkan bahwa wabah monumental yang melanda Eropa pada abad ke-14 terus memengaruhi biologi tubuh manusia hingga hari ini.

Bukan hanya karena patogen yang masih aktif tetapi karena pandemi yang mematikan itu memicu adaptasi dalam sistem kekebalan manusia yang terus berkembang selama ratusan tahun.

Sayangnya, perubahan itu disebut peneliti belum tentu menguntungkan dalam jangka panjang.

Meski gen yang terlibat tampaknya memberikan peningkatan resistensi terhadap wabah, ilmuwan menemukan pula bahwa gen yang sama terkait dengan peningkatan kerentanan terhadap kondisi autoimun seseorang, seperti penyakit Crohn dan rheumatoid arthritis.

Temuan bagaimana wabah Black Death mempengaruhi evolusi biologi tubuh manusia ini pun, seperti dikutip dari Science Alert, Sabtu (22/10/2022) menunjukkan bahwa pandemi mungkin memiliki efek jangka panjang yang tak terduga, kadang merusak dari generasi ke generasi.

Baca juga: Sumber Wabah Black Death Terungkap, Penyakit Mematikan di Abad Pertengahan

Wabah Black Death yang puncaknya terjadi pada pertengahan 1300-an secara luas dianggap sebagai salah satu pepristiwa yang paling menghancurkan dalam sejarah manusia. Peristiwa itu merenggut puluhan hingga ratusan juta nyawa di seluruh Eropa, Asia, dan Afrika.

Wabah Black Death yang menimbulkan penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Yersinia pestis ini ditularkan ke manusia melalui kutu, sehingga menimbulkan penyakit yang bisa berakibat fatal dalam waktu kurang dari sehari.

Penyakit menular yang berdampak seperti itu merupakan salah satu tekanan terkuat bagi seleksi alam, terutama bagi manusia.

Misalnya saja anemia sel sabit, kelainan genetik yang kebetulan memberikan tingkat resistensi terhadap malaria yang lebih mematikan.

Seseorang dengan sel sabit lebih mungkin untuk bertahan hidup dari malaria tetapi sel darah merahnya menjadi cacat dan rusak. Orang dengan kelainan itu juga lebih banyak melahirkan keturunan yang akan menderita anemia sel sabit.

Seiring waktu, kejadian anemia sel sabit meningkat dalam populasi yang tinggal di daerah rawan malaria. Dalam studi baru, tim ilmuwan internasional ingin melihat apakah wabah Black Death juga telah mengubah genom manusia.

Baca juga: Wabah PMK Infeksi Sapi, PDHI Desak Pemerintah Lakukan Lockdown Hewan Berkaki 4 Sekarang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com