Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wabah Black Death Pengaruhi Evolusi Manusia

KOMPAS.com - Wabah Black Death alias Wabah Hitam yang terjadi pada pertengahan 1300-an ternyata mempengaruhi evolusi manusia. Hal tersebut terungkap setelah peneliti melakukan analisis DNA yang telah diekstraksi dari korban dan penyintas Black Death.

Hasil studi kemudian menunjukkan bahwa wabah monumental yang melanda Eropa pada abad ke-14 terus memengaruhi biologi tubuh manusia hingga hari ini.

Bukan hanya karena patogen yang masih aktif tetapi karena pandemi yang mematikan itu memicu adaptasi dalam sistem kekebalan manusia yang terus berkembang selama ratusan tahun.

Sayangnya, perubahan itu disebut peneliti belum tentu menguntungkan dalam jangka panjang.

Meski gen yang terlibat tampaknya memberikan peningkatan resistensi terhadap wabah, ilmuwan menemukan pula bahwa gen yang sama terkait dengan peningkatan kerentanan terhadap kondisi autoimun seseorang, seperti penyakit Crohn dan rheumatoid arthritis.

Temuan bagaimana wabah Black Death mempengaruhi evolusi biologi tubuh manusia ini pun, seperti dikutip dari Science Alert, Sabtu (22/10/2022) menunjukkan bahwa pandemi mungkin memiliki efek jangka panjang yang tak terduga, kadang merusak dari generasi ke generasi.

Wabah Black Death yang puncaknya terjadi pada pertengahan 1300-an secara luas dianggap sebagai salah satu pepristiwa yang paling menghancurkan dalam sejarah manusia. Peristiwa itu merenggut puluhan hingga ratusan juta nyawa di seluruh Eropa, Asia, dan Afrika.

Wabah Black Death yang menimbulkan penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Yersinia pestis ini ditularkan ke manusia melalui kutu, sehingga menimbulkan penyakit yang bisa berakibat fatal dalam waktu kurang dari sehari.

Penyakit menular yang berdampak seperti itu merupakan salah satu tekanan terkuat bagi seleksi alam, terutama bagi manusia.

Misalnya saja anemia sel sabit, kelainan genetik yang kebetulan memberikan tingkat resistensi terhadap malaria yang lebih mematikan.

Seseorang dengan sel sabit lebih mungkin untuk bertahan hidup dari malaria tetapi sel darah merahnya menjadi cacat dan rusak. Orang dengan kelainan itu juga lebih banyak melahirkan keturunan yang akan menderita anemia sel sabit.

Seiring waktu, kejadian anemia sel sabit meningkat dalam populasi yang tinggal di daerah rawan malaria. Dalam studi baru, tim ilmuwan internasional ingin melihat apakah wabah Black Death juga telah mengubah genom manusia.

"Saat pandemi membunuh 30 hingga 50 persen populasi, pasti ada seleksi pada manusia. Itu artinya orang yang rentan terhadap patogen tidak akan bertahan. Namun mereka yang selamat akan mewariskan gen mereka," jelas Hendrik Poinar, ahli genetika dari McMaster University.

Berhubung Wabah Hitam begitu luas dan korban yang meninggal dikubur di kuburan massal, ada banyak tulang untuk dipelajari para peneliti saat ini.

Peneliti fokus pada fase 100 tahun sebelum, selama, dan setelah Wabah Hitam dan memperoleh lebih dari 500 sampel dari individu yang meninggal di London dan Denmark.

Sampel tersebut mewakili tiga kelompok, mereka yang meninggal sebelum wabah, meninggal selama wabah, dan mereka yang selamat dan meninggal beberapa waktu kemudian.

Dengan membandingkan genom individu-individu ini, para peneliti mampu mengidentifikasi empat gen yang terkait dengan wabah Black Death.

Gen-gen itu menghasilkan protein yang membantu melindungi tubuh manusia dari patogen yang menyerang, dan individu dengan satu atau lebih varian gen ini tampaknya lebih mungkin bertahan dari wabah.

Untuk mengkonfirmasi hasil tersebut, peneliti juga menciptakan kultur sel manusia yang mewakili profil genetik yang berbeda dan menginfeksinya dengan bakteri Yersinia pestis.

Hasilnya menunjukkan bahwa gen yang diidentifikasi sebelumnya dalam penelitian mereka kembali muncul dalam kultur yang paling tahan terhadap bakteri.

Ketika beradab-abad berlalu, wabah menjadi semakin tak mematikan. Namun beberapa varian gen yang diidentifikasi peneliti dalam studi baru ini rupanya dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit autoimun.

Ini memberikan bukti empiris mengenai hubungan antara risiko autoimun dan adaptasi terhadap penyakit menular yang menyebar berabad-abad yang lalu.

"Memahami dinamika yang telah membentuk sistem kekebalan manusia adalah kunci untuk memahami bagaimana pendemi di masa lalu seperti wabah berkontribusi pada kerentanan kita terhadap penyakit di zaman modern," kata Poinar.

Studi tentang bagaimana wabah mematikan Black Death ini turut mengubah evolusi manusia ini telah dipublikasikan di jurnal Nature.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/10/22/180500523/wabah-black-death-pengaruhi-evolusi-manusia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke