MINSK, KOMPAS.com - Tiga orang di Belarus akan menghadapi hukuman mati karena pengkhianatan tingkat tinggi, setelah diduga berusaha menghambat kemajuan pasukan Valdimir Putin melalui negara itu pada awal invasi Rusia ke Ukraina.
Ketiga pria tersebut, yang dikenal sebagai "partisan kereta api", tidak disebutkan namanya. Tetapi mereka dikatakan masing-masing berusia 29, 33, dan 51 tahun.
Baca juga: Kepada Jokowi, Putin Tawarkan Russian Railways Bangun Infrastruktur IKN Nusantara
Ketiganya telah dicap sebagai "teroris" dan "pengkhianat" oleh jaksa Belarus, sebagaimana dilansir Newsweek pada Kamis (30/6/2022).
Rezim Belarus menuduh mereka pengkhianatan tingkat tinggi karena diduga merusak jalur kereta api dalam upaya untuk menghentikan pasokan persenjataan dan peralatan Rusia dari transit melalui Belarus ke Ukraina.
Mereka saat ini menghadapi tuduhan makar dan terorisme dari rezim Presiden Belarus Alexander Lukashenko, yang telah berkuasa sejak 1994 dan merupakan sekutu dekat Putin.
Lukashenko, yang dikenal sebagai diktator terakhir di Eropa, bahkan mengizinkan Rusia untuk menggunakan teritorinya sebagai area pementasan bagi beberapa pasukan Rusia sejak awal invasi Ukraina, saat pasukan Rusia berusaha merebut ibu kota Kyiv.
Pada akhir Mei 2022, Lukashenko menandatangani undang-undang, yang membuat setiap upaya untuk melakukan "aksi teroris" akan "dihukum mati."
Komite Investigasi Republik Belarus dalam sebuah pernyataan pada Rabu (29/6/2022) menyatakan "Penyelidikan kasus pidana terhadap orang-orang yang melakukan aksi terorisme di kereta api telah selesai.”
Baca juga: Putin Ungkap Minat Rusia Kembangkan Industri Tenaga Nuklir di Indonesia
“Direktorat Utama Penyidikan Kejahatan di Bidang Kejahatan Terorganisir dan Korupsi telah menyelesaikan penyelidikan kasus pidana terhadap pengkhianat Tanah Air.”
Lebih lanjut dikatakan bahwa menurut penyelidikan, seorang penduduk Svetlogorsk berusia 29 tahun pada Februari tahun ini, atas inisiatifnya sendiri, bergabung dengan formasi ekstremis “BYPOL” (rencana mobilisasi Peramoga).
Pemimpin dari kelompok itu diklaim telah menerima tugas untuk melumpuhkan infrastruktur kereta api di wilayah Gomel, Belarus.
"Administrator komunitas kriminal mengirimi instruksi terperinci kepada pria itu, tentang cara membuat alat (peledak) dan cara melakukan kejahatan, serta rekomendasi tentang tindakan konspirasi.”
Pria itu dituduh menawarkan kepada teman-temannya untuk bergabung dengan komunitas kriminal tersebut. Dua pria (berusia 33 tahun dan 51 tahun) menyetujui tawarannya.
Untuk memotivasi mereka melakukan kejahatan, perwakilan kelompok ekstremis disebut membayar semua biaya untuk persiapan, dan juga mentransfer uang "untuk pekerjaan yang dilakukan' ke dompet elektronik.
Secara total, para terdakwa dituduh mendapat bayaran sebesar 290 dollar AS (Rp 4,3 juta).
Baca juga: Ukraina Mulai Pasok Listrik ke Eropa, Akan Ambil Pasar Energi yang Ditinggalkan Rusia?