ANKARA, KOMPAS.com - Perang Rusia-Ukraina dan kenaikan biaya energi menyebabkan kenaikan harga hampir di seluruh dunia, tapi inflasi di Turki bahkan sudah tinggi sebelum konflik pecah.
Pada Mei menurut statistik resmi tingkat inflasi sudah mencapai 73,5 persen, hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada bulan yang sama.
Baca juga: Dituding Jadi Penyebab Krisis Pangan Global, Rusia Bahas Koridor Pangan dari Ukraina dengan Turki
Kelompok Riset Independen Inflasi Turki ENAG bahkan menyebutkan, angka sebenarnya masih jauh lebih tinggi lagi dari angka resmi yang diumumkan pemerintah.
Mereka memperkirakan inflasi Turki mungkin mendekati kisaran 160 persen. Lembaga statistik resmi Turki TUIK sebagai reaksinya mengadukan ENAG ke kejaksaan, dengan tuduhan menyebarkan angka-angka yang sengaja dirancang untuk merusak reputasi TUIK.
Perekonomian Turki memang mengalami masa-masa bergejolak jauh sebelum Rusia menginvasi Ukraina.
Ironisnya upaya pemerintah untuk meredam inflasi tidak menghasilkan apa-apa. Pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan sudah menaikkan upah minimum secara drastis, tapi itu hanya mengakibatkan harga-harga naik lebih tinggi lagi.
Baca juga: Swedia Makin Dekat Gabung NATO Usai Penuhi Tuntutan Turki
Setelah perang pecah di Ukraina, harga-harga makin melonjak, terutama yang berkaitan dengan energi dan bahan bakar.
Menurut TUIK, biaya transportasi, yang juga mencakup harga gas dan solar, naik 224 persen pada Mei 2022 dibandingkan Mei 2021.
Karena Turki memenuhi hampir semua kebutuhan energinya dengan impor, negara itu sangat terpukul dengan kenaikan harga minyak dan gas di pasaran dunia.
Bersamaan dengan itu, harga makanan dan minuman non-alkohol juga naik hampir dua kali lipat selama setahun terakhir.
Inflasi pada harga makanan dan minuman mencapai 91,6 persen pada Mei 2022. Akibatnya, banyak warga di Turki mengalami ketakutan eksistensial yang sangat nyata.
Ekonom Murat Birdal dari Universitas Istanbul, menyalahkan Bank Sentral Turki terkait inflasi tinggi ini.
Sejumlah pakar keuangan juga mendukung tuduhan Birdal dan menuduh Bank Sentral tidak bertindak secara independen.
Baca juga: Israel Desak Warganya Tinggalkan Turki Segera karena Ancaman Serangan Iran
Untuk meredam inflasi yang melejit tinggi, seharusnya Bank Sentral menaikkan suku bunga, namun suku bunga tetap dibiarkan rendah karena pemerintahan Erdogan menghendakinya.
Alhasil Murat Birdal pun memprediksi tingkat inflasi di Turki bisa mencapai angka tiga digit pada akhir tahun.