Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkat Isu Poligami, Serial TV Ramadhan di Tunisia Picu Perdebatan Politis

Kompas.com - 13/04/2022, 17:00 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber AFP

TUNIS, KOMPAS.com - Serial TV Ramadhan yang membahas poligami telah memicu perdebatan sengit di Tunisia.

Ini terjadi karena Tunisia adalah negara pelopor di Arab dalam hak-hak perempuan yang melarang praktik tersebut beberapa dekade lalu.

Dilansir AFP, serial berjudul "Baraa" (Bahasa Arab untuk "kepolosan") juga telah dikritik para aktivis hak asasi dan politisi sekuler karena menggambarkan pernikahan dengan adat "orfi", yakni persatuan agama yang tidak disetujui oleh negara.

Baca juga: Daftar Negara di Asia Tenggara yang Boleh dan Tak Memperbolehkan Poligami

Praktik tersebut dapat dihukum hingga satu tahun penjara di bawah undang-undang keluarga tahun 1956.

Dalam satu episode, karakter utama serial tersebut, Wannas, menyatakan kepada istri dan anak-anaknya bahwa ia berhak menikahi wanita kedua di bawah hukum Islam, yang "mengalahkan semua hukum lainnya".

Serial tersebut, yang ditayangkan pada jam tayang utama setelah umat Muslim yang taat berbuka puasa, dan langsung memicu reaksi di media sosial.

"Sangat mengecewakan melihat topik ini diperdebatkan," kata aktris Tunisia Mariem Ben Hussein.

Baca juga: Playboy Brasil Ini Nikahi 9 Wanita, Dicerai 1 Istri, Ingin Nikahi 2 Wanita Lagi

Pemimpin pasca-kemerdekaan Habib Bourguiba melarang poligami dalam keluarga yang disahkan hanya lima bulan setelah kemerdekaan negara itu tahun 1956 dari Perancis.

Hal itu jadi sebuah undang-undang yang revolusioner di dunia Arab pada saat itu.

Bourguiba juga mengubah undang-undang sehingga kasus perceraian harus melalui pengadilan, artinya seorang suami tidak bisa lagi begitu saja mengakhiri pernikahan.

Namun pemberontakan Tunisia 2011, yang menggulingkan penerus Bourguiba Zine El Abidine Ben Ali, membawa sistem parlementer yang secara ideologis terbagi antara sekularis dan partai-partai yang condong ke Islam seperti Ennahdha.

Baca juga: Poligami di Thailand, Tak Diakui Negara, tapi Jadi Gaya Hidup

Free Destourian Party (PDL) yang sangat sekuler yang didirikan oleh mantan anggota partai berkuasa Ben Ali, telah menjadi salah satu suara paling keras yang menentang "Baraa".

Mereka mengatakan bahwa "menempatkan kembali pertanyaan-pertanyaan ini di atas meja adalah mustahil" dan sebuah penghinaan terhadap harkat dan martabat perempuan.

PDL juga menyalahkan Ennahdha, yang secara politik dominan setelah pemberontakan 2011, bertanggung jawab atas peningkatan "kejahatan" di ranah keluarga.

Dia pun menyerukan agar saingannya itu dibubarkan.

Baca juga: Presiden Tunisia Bubarkan Parlemen, Perpanjang Krisis Perebutan Kekuasaan

Kelompok hak asasi Aswat Nissa ("Suara Perempuan") mengatakan poligami dan pernikahan adat adalah "bentuk kekerasan terhadap perempuan" dan membahasnya adalah "menormalkan budaya impunitas".

Kelompok tersebut telah mendesak regulator penyiaran negara itu untuk menghentikan siaran program tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com