TUNIS, KOMPAS.com - Presiden Tunisia Kais Saied menunjuk pemerintah baru pada Senin (11/10/2021), nyaris tiga bulan setelah perebutan kekuasaan yang kontroversial, yang diklaim karena negara itu menghadapi krisis ekonomi dan politik yang akut.
Televisi pemerintah menyiarkan upacara pelantikan kabinet yang dipimpin oleh Najla Bouden, perdana menteri (PM) wanita pertama negara Afrika Utara itu.
Baca juga: Demo Besar di Tunisia, 2.000 Orang Protes Kudeta Presiden Kais Saied
Bouden bersumpah bahwa "perang melawan korupsi akan menjadi tujuan paling penting" dari pemerintahan baru, dalam pidato publik pertamanya sejak pencalonannya.
Melansir AFP pada Senin (11/10/2021), ahli geologi terlatih ini juga berjanji untuk "meningkatkan standar hidup" warga Tunisia, dan "memulihkan kepercayaan mereka pada negara".
Tapi Saied telah secara signifikan kembali mengurangi kekuasaan kantor Bouden, dan secara teknis akan memimpin administrasi sendiri.
Presiden Tunisia pada 25 Juli memecat perdana menteri sebelumnya, Hichem Mechichi, menangguhkan parlemen dan memberikan dirinya kekuasaan yudisial.
Para penentang menyebut langkahnya sebagai kudeta. Tetapi banyak orang Tunisia pada awalnya menyambut tindakannya. Mereka mengaku juga muak dengan politik negaranya yang dianggap korup dan tidak kompeten.
Baca juga: Satu Lagi Warga Tunisia Tewas Bakar Diri ala Bouazizi di Arab Spring
Saied, seorang mantan akademisi hukum, telah berulang kali mengkritik konstitusi yang diadopsi Tunisia pada 2014.
Undang-undang itu menggunakan sistem parlementer-presiden campuran, tiga tahun setelah sebuah revolusi menggulingkan diktator veteran Zine El Abidine Ben Ali.
Presiden Saied menunjuk Bouden sebagai perdana menteri pada 29 September, lebih dari dua bulan setelah memecat pejabat sebelumnya, Mechichi. Saied juga menghapus kekebalan anggota parlemen.
Dalam pidato setelah upacara Senin (11/10/2021), Saied menegaskan kembali bahwa langkahnya konstitusional. Itu mengingat ada "bahaya yang akan segera terjadi" yang dihadapi Tunisia.
Dia mengeklaim bertindak untuk "menyelamatkan negara Tunisia dari cengkeraman orang-orang yang mengintai di dalam dan luar negeri, dan dari mereka yang melihat pemerintahan sebagai barang rampasan atau sebagai sarana untuk menjarah dana publik".
Dia juga bersumpah untuk "membersihkan peradilan".
Baca juga: Aktivis Arab Spring Tewas Bakar Diri dalam Protes ke Pemerintah Tunisia
Saied, yang terpilih pada akhir 2019, merebut berbagai kekuasaan di tengah krisis sosial-ekonomi yang diperparah oleh pandemi Covid-19.
Langkah itu dilakukan ketika Tunisia menghadapi krisis utang yang menjulang, inflasi yang meningkat dan pengangguran yang meluas yang diperparah oleh pandemi virus corona.