KEKHAWATIRAN itu akhirnya terjadi: Rusia menyerang Ukraina. Tatkala fajar menyingsing di langit Ukraina, 24 Februari lalu, militer Rusia menyerbu dari darat, laut dan udara.
Tentara Rusia merangsek ke teritori Ukraina dari tiga titik masuk: Utara di perbatasan Belarus, Selatan melalui Crimea dan Odessa, dan Timur melalui Luhanks, Sumy dan Kharkiv.
Menembakkan rudal jelajah dan balistik ke titik sasaran strategis, instalasi militer dan pangkalan udara di tujuh belas wilayah di sekujur Ukraina.
Sampai saat ini tercatat 198 orang tewas, 1.115 luka-luka. Dunia pun mengecam.
Banyak pihak sudah menduga pecahnya perang Ukraina-Rusia ini. Hanya tinggal menunggu waktu. Sebab, ini adalah kulminasi konflik yang sudah berjalan delapan tahun terakhir.
Sekadar kilas balik, inti konflik itu sejatinya berpusar pada tarikan kepentingan dua kekuatan politik besar yang memengaruhi orientasi politik luar negeri Ukraina: Rusia di Timur dan Uni Eropa di Barat.
Takdir geografis seperti ini, dalam perspektif geo-politik dan geo-ekonomi, menempatkan Ukraina dalam posisi terjepit antara Rusia dan Uni Eropa.
Baca juga: Prinsip Bebas-Aktif dalam Konflik Rusia-Ukraina
Posisi ini mengingatkan pada pepatah lama: dua gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah. Artinya kurang lebih: jika dua gajah (Rusia dan Uni Eropa) berkompetisi, si pelanduk (Ukraina) salah langkah bisa mati.
Dalam beberapa hari terakhir ini kita menyaksikan, betapa sang pelanduk diharu-biru oleh satu gajah.
Sedang gajah satunya gamang untuk bertindak membantu dengan tindakan konkret di lapangan.
Tarikan kepentingan dua gajah, Uni Eropa dan Rusia, di Ukraina bisa dipindai setidaknya dari tiga sudut amatan.
Pertama, terkait pergulatan kepentingan politik domestik. Publik internasional mahfum, setelah merdeka dari Uni Soviet, elite Ukraina terbelah dalam orientasi politik luar negeri: pro Moskow dan pro Uni Eropa.
Tengok saja apa yang terjadi pada akhir 2013. Terjadi demonstrasi anti-Victor Yanukovich, presiden kala itu yang pro-Moskow.
Yanukovich menolak kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa. Dia lebih memilih dekat ke Rusia. Akibatnya dia digulingkan oleh demonstrasi yang menuntut Ukraina lebih dekat ke Uni Eropa.
Yanukovich digantikan Petro Poroshenko, yang segera melakukan langkah politik sangat krusial: menjadi anggota Uni Eropa dan NATO.
Sejak itu bandul politik luar negeri Ukraina mengayun ke Barat, jatuh ke dalam orbit pengaruh Uni Eropa.
Kedua, dalam timbangan geo-strategis, Ukraina sangat penting bagi Uni Eropa, terutama dalam konteks perluasan keanggotaan ke Eropa Timur. Ukraina bisa menjadi garda terdepan dalam menghadapi pengaruh Rusia.
Ukraina, yang wilayahnya hampir dua kali luas Polandia dengan penduduk 47 juta dan kaya sumber alam, terlalu penting untuk dibiarkan di bawah bayang-bayang Rusia.
Dengan bergabungnya Ukraina, posisi tawar Uni Eropa vis a vis Rusia menjadi lebih kuat. Juga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi entitas regional itu.