Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ukraina, Sang Pelanduk di Bumi Eropa

Tentara Rusia merangsek ke teritori Ukraina dari tiga titik masuk: Utara di perbatasan Belarus, Selatan melalui Crimea dan Odessa, dan Timur melalui Luhanks, Sumy dan Kharkiv.

Menembakkan rudal jelajah dan balistik ke titik sasaran strategis, instalasi militer dan pangkalan udara di tujuh belas wilayah di sekujur Ukraina.

Sampai saat ini tercatat 198 orang tewas, 1.115 luka-luka. Dunia pun mengecam.

Banyak pihak sudah menduga pecahnya perang Ukraina-Rusia ini. Hanya tinggal menunggu waktu. Sebab, ini adalah kulminasi konflik yang sudah berjalan delapan tahun terakhir.

Sekadar kilas balik, inti konflik itu sejatinya berpusar pada tarikan kepentingan dua kekuatan politik besar yang memengaruhi orientasi politik luar negeri Ukraina: Rusia di Timur dan Uni Eropa di Barat.

Takdir geografis seperti ini, dalam perspektif geo-politik dan geo-ekonomi, menempatkan Ukraina dalam posisi terjepit antara Rusia dan Uni Eropa.

Posisi ini mengingatkan pada pepatah lama: dua gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah. Artinya kurang lebih: jika dua gajah (Rusia dan Uni Eropa) berkompetisi, si pelanduk (Ukraina) salah langkah bisa mati.

Dalam beberapa hari terakhir ini kita menyaksikan, betapa sang pelanduk diharu-biru oleh satu gajah.

Sedang gajah satunya gamang untuk bertindak membantu dengan tindakan konkret di lapangan.

Tarikan kepentingan dua gajah, Uni Eropa dan Rusia, di Ukraina bisa dipindai setidaknya dari tiga sudut amatan.

Pertama, terkait pergulatan kepentingan politik domestik. Publik internasional mahfum, setelah merdeka dari Uni Soviet, elite Ukraina terbelah dalam orientasi politik luar negeri: pro Moskow dan pro Uni Eropa.

Tengok saja apa yang terjadi pada akhir 2013. Terjadi demonstrasi anti-Victor Yanukovich, presiden kala itu yang pro-Moskow.

Yanukovich menolak kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa. Dia lebih memilih dekat ke Rusia. Akibatnya dia digulingkan oleh demonstrasi yang menuntut Ukraina lebih dekat ke Uni Eropa.

Yanukovich digantikan Petro Poroshenko, yang segera melakukan langkah politik sangat krusial: menjadi anggota Uni Eropa dan NATO.

Sejak itu bandul politik luar negeri Ukraina mengayun ke Barat, jatuh ke dalam orbit pengaruh Uni Eropa.

Kedua, dalam timbangan geo-strategis, Ukraina sangat penting bagi Uni Eropa, terutama dalam konteks perluasan keanggotaan ke Eropa Timur. Ukraina bisa menjadi garda terdepan dalam menghadapi pengaruh Rusia.

Ukraina, yang wilayahnya hampir dua kali luas Polandia dengan penduduk 47 juta dan kaya sumber alam, terlalu penting untuk dibiarkan di bawah bayang-bayang Rusia.

Dengan bergabungnya Ukraina, posisi tawar Uni Eropa vis a vis Rusia menjadi lebih kuat. Juga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi entitas regional itu.

Sepertinya ambisi Uni Eropa mendekap Ukraina tidak hanya sebatas bidang politik dan ekonomi.

Uni Eropa merasa perlu menarik Ukraina ke dalam NATO untuk menjadi buffer zone menghadapi ancaman militer Rusia dari Timur.

Dalam konteks inilah bisa dimengerti mengapa Uni Eropa yang didukung AS begitu ngebet menarik Ukraina menjadi anggota NATO.

Ketiga, pun bagi Rusia, Ukraina tidak boleh dibiarkan jatuh ke dalam pengaruh Uni Eropa. Dari sekian banyak negara pecahan Uni Soviet, Ukraina adalah salah satu negara besar dan kaya sumber alam bersama Belarusia dan Kazakhstan.

Sampai dengan 2014, Ukraina bersama Belarusia adalah penopang utama gengsi politik Rusia di Eropa.

Setelah negara bekas sosialis-komunis - seperti Polandia, Hongaria, Ceko, Slowakia, Romania, Bulgaria, negara Balkan, dan negara Baltik - menjadi anggota Uni Eropa, reputasi politik Rusia seakan-akan terlecehkan. Jatuh ke titik nadir.

Dari takaran geopolitik, bagi Rusia, lepasnya pengaruh atas negara bekas sosialis-komunis itu masih bisa ditoleransi.

Tapi tidak untuk Ukraina. Bagi Rusia, Ukraina dan Belarusia adalah tapal batas toleransi terhadap perluasan keanggotaan Uni Eropa ke Timur.

Rusia juga sangat membutuhkan Ukraina, yang di bagian Selatannya ada Crimea di tepi Laut Hitam.

Dari Laut Hitam, Rusia mengembangkan lalu lintas perdagangannya ke Laut Tengah, yang menghubungkannya dengan benua Eropa belahan barat serta ke Afrika dan Timur Tengah.

Dari Laut Hitam ini armada laut Rusia bisa leluasa mengawasi Uni Eropa dari tepi barat Laut Hitam, melalui Romania dan Bulgaria.

Dalam konteks kepentingan geo-strategis seperti inilah mengapa Rusia langsung mencaplok Crimea segera setelah Ukraina dipimpin oleh presiden yang pro Uni Eropa.

Selain pertimbangan geo-politik di atas, dalam observasi seorang pengamat internasional dari Johns Hopkins University, Maria Snegovaya, paling tidak ada tiga perkembangan politik di Ukraina yang membuat Rusia tidak sabar untuk segera menginvasi Ukraina (Why Is Putin Acting Now? Foreign Policy, 26 January 2022).

Pertama, indikasi Ukraina bakal jatuh ke pangkuan NATO semakin jelas. Pada 2016, NATO memberi bantuan Comprehensive Assistance Package untuk Ukraina, yang berisi 16 jenis bantuan keamanan dan pertahanan.

Tidak itu saja. Pada 2018, AS mengirim rudal anti-tank jenis Javelin, diikuti Turki yang menyuplai pesawat tempur nirawak (combat drones) Bayraktar TB2.

Pasokan senjata pembunuh dari NATO kepada Ukraina tentu saja dipandang Rusia sebagai ancaman nyata bagi keamanannya.

Kedua, hubungan Ukraina-Rusia akhir-akhir ini diperburuk oleh perlakuan Kiev terhadap tokoh kepercayaan Putin di Ukraina, Viktor Medvedchuk.

Dia adalah seorang milyuner Ukraina pro Rusia yang dicurigai mendukung pendudukan Rusia atas Crimea dan gerakan separatisme di Ukraina Timur.

Akibat sikap politiknya itu, Pemerintah Ukraina membekukan asetnya dan melarang berbisnis di Ukraina.

Bahkan tiga stasiun televisinya yang kerap menayangkan propaganda pro Rusia ditutup.

Tindakan tak bersahabat Kiev terhadap orang dekat Putin semakin menegaskan bahwa bandul politik luar negeri Ukraina makin berayun ke Barat (Uni Eropa), sebuah kecenderungan yang tak disukai Putin.

Ketiga, sejak Ukraina berubah haluan ke Uni Eropa pada 2014, Rusia langsung menduduki Crimea dan mencaplok dua provinsi di Timur Ukraina dan mendukung pejuang separatisme di sana, di Luhanks dan Donetsk.

Rusia mendesak Ukraina agar dua provinsi ini diberi hak otonomi khusus, baik di bidang ekonomi maupun sosial-budaya.

Mengingat di kedua provinsi itu mayoritas penduduknya keturunan Rusia, Ukraina melihat usul otonomi khusus Rusia untuk kedua provinsi itu dalam jangka panjang menyimpan bom waktu: pemisahan diri dari Ukraina dan pro Rusia.

Tak ayal, Ukraina menolak usul otonomi. Pada titik ini rasa saling curiga makin membuhul sehingga mendorong Rusia mempercepat mengakui kemerdekaan kedua provinsi itu dan kemudian menyerang Ukraina.

Sejak dipimpin presiden yang pro Uni Eropa pada 2014, bandul politik luar negeri Ukraina semakin mengayun ke Barat.

Jika salah kalkulasi, maka ayunan bandul politik ke kutub tertentu bisa menempatkan Ukraina pada posisi seperti pelanduk yang terjepit ketika dua gajah berkelahi.

Situasi itu terjadi saat ini tatkala Rusia menyerbu Ukraina karena tak ingin melihat Ukraina jatuh dalam pengaruh Uni Eropa.

Sepertinya pemimpin Ukraina gamang menghadapi tekanan dan tarikan politik dua kekuatan itu.

Lantas, pelajaran apa yang bisa ditarik dari konflik Ukraina-Rusia ini? Satu hal yang pasti: justru pada saat terjepit di antara dua gajah, politik bebas-aktif menampakkan relevansinya.

Konstelasi politik global memang berubah dari saat ketika politik bebas-aktif mulai dipakai Indonesia.

Tapi yang berubah itu hanya aktornya, yaitu negara-negara yang berpengaruh dalam politik global.

Sedangkan sifat dan karakter hubungan antar-negara tetap, tidak berubah; yaitu saling memengaruhi, tarik menarik kepentingan dan kekuatan antar-negara.

Hal itu tetap saja terjadi sampai saat ini. Tidak terkecuali di Eropa.

Jika pemimpin Ukraina tidak cermat dan bijak menempatkan diri dalam tarikan kepentingan dua gajah, bukan tidak mungkin ke depan dunia akan menyaksikan Ukraina akan menjadi pelanduk di bumi Eropa.

https://www.kompas.com/global/read/2022/03/12/061000770/ukraina-sang-pelanduk-di-bumi-eropa

Terkini Lainnya

Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Global
Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Global
Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Global
Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Kesalahan Teknis. Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Global
5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

Global
AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

Global
Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Global
Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Remaja Ini Temukan Cara Baru Buktikan Teorema Pythagoras Pakai Trigonometri, Diremehkan Para Ahli

Global
Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Dituduh Mencuri, Tentara AS Ditangkap di Rusia

Global
Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Isi Usulan Gencatan Senjata di Gaza yang Disetujui Hamas, Mencakup 3 FaseĀ 

Global
Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Sisa-sisa Kerangka Manusia Ditemukan di Bunker Perang Dunia II

Global
Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Protes Gaza Kampus AS: Rusuh di MIT, Wisuda Sejumlah Kampus Pertimbangkan Keamanan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke