Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Karbon Penting untuk Menekan Pertumbuhan Emisi Gas Rumah Kaca

Kompas.com - 22/09/2021, 12:35 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menuturkan bahwa pemerintah perlu menetapkan target penurunan emisi dan menentukan target di masing-masing sektor.

Fabby menambahkan pemerintah juga perlu mengkaji nilai atau harga karbon efektif yang dapat mendukung pencapaian target.

“Harga karbon harus dihubungkan dengan target penurunan emisi dan harus mendorong pelaku ekonomi mengubah pilihan teknologi,” jelas Fabby.

Baca juga: Upaya Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ambisius

“Jika harga karbon terlalu rendah, dikhawatirkan tidak memberikan sinyal yang memadai untuk mendorong upaya penurunan emisi yang substansial,” sambung Fabby.

Mengenai pelaksanaan pajak karbon, menurutnya pemerintah perlu secara terbuka menyampaikan pentingnya instrumen pajak karbon untuk menahan pertumbuhan emisi gas rumah kaca (GRK).

Analis Kebijakan Kementerian Keuangan Dewa Putu Ekayana menyatakan, Indonesia saat ini sudah hampir final dalam merancangan peraturan presiden terkait nilai ekonomi karbon (NEK).

“Aspek fiskal dari NEK bukan sebagai pajak karbon tapi pungutan atas karbon. Perluasan makna tersebut diharapkan tidak hanya mencakup pajak tapi juga instrumen lain,” ujar Dewa pada hari kedua Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, Selasa (21/9/2021). 

Baca juga: Efek Pembatasan Covid-19 Emisi Gas Rumah Kaca Australia Turun ke Level Terendah

Pertimbangan berikutnya, lanjut Dewa, adalah keseimbangan keuangan pemerintah pusat dan sub-nasional.

"Usul kami dari Kementerian Keuangan bagaimana nantinya financing mechanism tersebut dibayar dengan kredit karbon atau sertifikat karbon,” kata Dewa.

Sementara itu, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan, ada tiga hal penting dalam mewujudkan transisi energi.

Ketiga hal tersebut yakni komitmen politik (political will), basis hukum yang kuat, dan strategi yang komprehensif.

Dia menuturkan, Bappenas menyiapkan beberapa strategi untuk merealisasikan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim.

Baca juga: PBB: Meski Pandemi, Emisi Gas Rumah Kaca Tembus Rekor Tertinggi

Strategi-strategi tersebut seperti pengembangan energi berkelanjutan, pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular, serta pengembangan industri hijau.

“Komitmen politik sudah didapatkan, strategi yang baik sudah dituangkan yang terdapat pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) untuk bertransformasi menuju energi hijau. Sementara dasar hukum yang kuat sudah disiapkan melalui RUU EBT,” ungkap Arifin.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menjanjikan bahwa rancangan undang-undang (RUU) energi baru terbarukan (EBT) akan disahkan pada 2021.

“Masa energi terbarukan sudah menjadi suatu keharusan. Dalam RUU EBT ada semacam insentif pengembangan EBT dan disinsentif bagi pengembangan energi yang masih menyumbang karbon terbesar,” jelas Sugeng.

Di sisi lain, anggota Dewan Energi Nasional Herman Darnel Ibrahim mewanti-wanti agar implementasi dekarbonisasi sistem energi perlu pula memitigasi risiko ekonomi serta menjaga ketahanan energi nasional, khususnya menjaga harga energi tetap terjangkau.

Baca juga: AS dan UE Sepakat untuk Kurangi Emisi Gas Metana Penyabab Pemanasan Global

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com