Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi “Terorisme Sperma”, Politisi Korsel Tuntut Perubahan Hukum Kejahatan Seksual

Kompas.com - 12/08/2021, 19:56 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

 

SEOUL, KOMPAS.com - Politisi Korea Selatan berusaha mengamendemen undang-undang yang ada untuk membuat “terorisme sperma” sebagai kejahatan seksual yang dapat dihukum.

Langkah itu dilakukan setelah serangkaian putusan kontroversial pengadilan di “Negeri Gingseng”, terkait kasus sejumlah pria yang diam-diam berejakulasi ke barang-barang wanita.

Alih-alih menghukum mereka atas perilaku kriminal seksual, pengadilan Korea Selatan hanya menjerat pria-pria dalam kasus itu atas "kerusakan properti".

Baca juga: Gubernur New York Mengundurkan Diri karena Tersandung Kasus Pelecehan Seksual

Putusan pengadilan yang lunak dan sikap masyarakat terhadap kejahatan seksual di Korea Selatan terus mendapat kecaman selama beberapa tahun terakhir dan sehubungan dengan gerakan #MeToo global.

Tindakan menodai atau melumuri air mani ke orang lain secara diam-diam, juga dikenal secara lokal sebagai “terorisme air mani”, kini telah menjadi kasus sorotan.

Aktivis lokal menyoroti kurangnya kerangka hukum yang memadai untuk menghukum apa yang mereka anggap jelas sebagai jenis kejahatan kelamin.

Pada 2019, seorang pria yang merendam sepatu wanita dengan air mani didenda 500.000 won (Rp 6 juta). Polisi mengatakan penyelidikan dilakukan atas tuduhan "kerusakan properti", karena tidak ada ketentuan hukum untuk menerapkan tuduhan kejahatan seksual.

Pada tahun yang sama, seorang pria dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena "percobaan melukai" di antara tuduhan lain, setelah membubuhi kopi seorang wanita dengan obat pencahar dan afrodisiak sebagai upaya balas dendam karena cintanya ditolak.

Pelaku dalam kasus itu juga dilaporkan menambahkan air mani dan dahaknya ke barang-barang lainnya sebanyak 54 kali. Namun, kejahatan itu tidak diakui sebagai kejahatan seksual, karena tidak ada kekerasan seksual paksa yang dilakukan.

Baca juga: Pangeran Andrew Terjerat Kasus Pelecehan Seksual Gadis 17 Tahun di New York

Selain itu pada Mei 2021, seorang pegawai negeri sipil pria dijatuhi hukuman denda sebesar 3 juta won (Rp 37 juta) atas tuduhan “kerusakan properti”, karena melakukan ejakulasi di dalam gelas kopi rekan wanitanya enam kali selama setengah tahun.

Pengadilan hanya menilai bahwa tindakannya "merusak" utilitas wadah minuman. Media lokal terus melaporkan lebih banyak lagi kasus “terorisme sperma”.

Menurut hukum Korea Selatan, pelaku harus melakukan kekerasan atau intimidasi agar pelanggaran tersebut diakui sebagai kejahatan seksual, seperti pencabulan atau pemerkosaan. Tindakan lain yang juga dapat dihukum adalah kejahatan seksual digital atau online.

“Korban (dalam kasus gelas kopi) dipermalukan secara seksual, tetapi itu tidak dianggap sebagai kejahatan seksual karena tidak terlihat melibatkan kontak fisik langsung,” kata Baek Hye-ryun, seorang anggota parlemen dari partai Demokrat yang berkuasa, yang mencoba untuk mengubah hukum.

Atas kasus itu, pelaku dituntut dengan “kerusakan properti” karena tindakannya dinilai telah melanggar kegunaan gelas tersebut, agar tindakannya dapat dijatuhi hukuman.

Baek mengajukan RUU amendemen ke majelis nasional bulan lalu yang berupaya memperluas cakupan kejahatan seksual yang dapat dihukum, dengan menyertakan kejahatan non-kontak fisik, seperti pengiriman benda atau zat yang menyebabkan rasa malu seksual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com