CANBERRA, KOMPAS.com - Kalangan eksportir sapi Australia menyatakan khawatir dengan eskalasi krisis Covid-19 di Indonesia yang telah menempatkan mereka dalam "situasi tragis".
Menurut Ketua Dewan Eksportir Ternak Australia (ALEC) Mark Harvey-Sutton, di saat krisis Covid-19 memburuk, harga sapi yang tinggi dan pengetatan pasokan domestik, ekspor sapi menjadi turun 27 persen dibandingkan tahun lalu.
Namun ia menambahkan perhatian utama mereka saat ini adalah kesehatan dan keselamatan mitra bisnisnya di Indonesia.
Baca juga: Seorang Pria yang PP Indonesia-Australia Tularkan Varian Delta di Brisbane
"Saya telah menerima laporan dari staf importir yang telah meninggal atau sakit parah karena Covid-19," katanya.
"Kami sampaikan keprihatinan dan doa tulus kami untuk Indonesia saat ini," ujar Mark.
Salah satu perusahaan ternak terbesar di Australia Consolidated Pastoral Company (CPC) memiliki dua tempat penggemukan sapi, yaitu di Lampung dan Medan, dengan kapasitas total 27.000 ekor sapi.
Dirut CPC Troy Setter mengatakan meski pihaknya telah melakukan vaksinasi terhadap 500–600 staf mereka dan telah menerapkan protokol Covid-19 yang ketat, namun situasinya lebih membahayakan dalam beberapa pekan terakhir.
"Kami mengalami tekanan pada usaha, pekerja, dan pelanggan kami karena jenis virus corona baru yang lebih ganas ini," katanya kepada ABC.
"Staf kami tambah banyak yang sakit dalam beberapa minggu terakhir dan, kami juga telah kehilangan beberapa pekerja," ujar Troy.
"Ini juga jadi tantangan kami di Australia, kami merasa sangat tidak berdaya untuk membantu (mengatasi keadaan di Indonesia)," tambahnya.
Menurut Troy Setter, biasanya sekitar 1,8 juta hewan yang dipotong selama hari raya qurban, termasuk sapi, domba, kambing, dan kerbau.
Tapi ia memperkirakan pemotongan kali ini turun sekitar 10 persen dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: Idul Adha Kedua di Tengah Pandemi Covid-19 di Seluruh Dunia
"Hal yang menarik yaitu sejak Juni kita sebenarnya melihat peningkatan signifikan harga daging sapi dan sapi hidup yang masuk ke Indonesia, meskipun volumenya turun," jelasnya.
“Kami sekarang melihat penurunan daya beli rata-rata konsumen Indonesia dan itu adalah tantangan nyata."