TEHERAN, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri Iran menolak setiap negosiasi baru atau perubahan pada peserta perjanjian nuklir yang membuat negara Teluk Arab terlibat.
"Kesepakaatan nuklir adalah perjanjian internasional multilateral yang diratifikasi oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, yang tidak dapat dinegosiasikan dan pihak-pihak di dalamnya jelas dan tidak dapat diubah," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Seed Khatibzadeh yang dikutip oleh media pemerintah pada Sabtu (30/1/2021).
Pernyataan Iran keluar setelah Presiden Perancis, Emmanuel Macron mengatakan bahwa pembicaraan baru soal nuklir harus melibatkan Arab Saudi, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Sabtu (30/1/2021).
Baca juga: Ledakan Bom Dekat Kedutaan Israel Diduga Perbuatan Seorang Warga Iran
Iran mulai melanggar batas kesepakatan pengayaan uranium setelah Washington menarik diri dari pakta 2018 di bawah pemerintahan Presiden AS ke-45 Donald Trump dan menerapkan kembali sanksi ekonomi pada Teheran.
Pemerintahan baru Presiden Joe Biden mengatakan akan bergabung kembali dalam perjanjian nuklir, tapi hanya setelah Teheran kembali memenuhi semua persyaratan.
Namun Iran, telah menolak permintaan AS untuk membalikan percepatan program nuklirnya sebelum Washington mencabut sanksi Teheran.
Baca juga: Untuk Jembatani Hubungan AS-Iran, Biden Akan Tunjuk Robert Malley Jadi Utusan Khusus
Arab Saudi dan sekutunya, Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan negara Teluk Arab seharusnya terlibat dalam setiap pembicaraan perjanjian nuklir dengan Iran, yang menurut mereka juga harus membahas program rudal balistik Iran dan dukungannya untuk proksi di sekitar Timur Tengah.
Arab Saudi, yang terkunci dalam beberapa perang proksi di kawasan Teluk Arab dengan Teheran termasuk di Yaman, mendukung kampanye "tekanan maksimum" Trump terhadap Iran.
Baca juga: Iran Tolak Ajakan AS untuk Kembali Patuhi Perjanjian Nuklir
Dalam komentar Macron, yang dikutip oleh televisi Al Arabiya, ia menekankan perlunya menghindari kesalahan dengan mengecualikan negara lain di kawasan Teluk Arab, ketika kesepakatan 2015 dinegosiasikan dan harus memasukkan Arab Saudi.
Macron mengatakan setiap pembicaraan baru tentang kesepakatan nuklir dengan Iran akan sangat "ketat" dan waktu yang sangat singkat untuk mencegah Teheran memiliki senjata nuklir.
Khatibzadeh mengatakan Macron harus "menunjukkan pengendalian diri".
"Jika para pejabat Perancis khawatir tentang penjualan senjata mereka yang besar ke negara-negara Teluk Arab, mereka lebih baik mempertimbangkan kembali kebijakan mereka," kata Khatibzadeh.
Baca juga: Iran Lega karena Tiran Trump Sudah Keluar dari Gedung Putih
"Senjata Perancis, bersama dengan senjata Barat lainnya, tidak hanya menyebabkan pembantaian ribuan orang Yaman, tetapi juga menjadi penyebab utama ketidakstabilan kawasan," tambahnya.
Awal Januari, Iran kembali memperkaya uranium hingga 20 persen di pabrik nuklir bawah tanah Fordow, tingkat yang dicapai sebelum kesepakatan.
Parlemen Iran, yang didominasi oleh kelompok garis keras, mengeluarkan undang-undang bulan lalu yang memaksa pemerintah untuk memperkuat sikap terhadap program nuklir, jika sanksi AS tidak diturunkan dalam 2 bulan.
Baca juga: Perancis Tuduh Iran Kembangkan Senjata Nuklir, Ini Jawaban Teheran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.