ANKARA, KOMPAS.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (22/11/2020) ajak Uni Eropa untuk berdialog, memperingatkan blok tersebut untuk tidak menjadi alat permusuhan selama meningkatnya ketegangan di Mediterania timur.
Pengerahan kapal Turki untuk mencari gas di perairan itu diklaim Yunani memicu perang kata-kata yang sengit dengan negara-negara anggota UE.
Sementara, UE telah memperpanjang sanksi terhadap Ankara untuk 1 tahun ke depan.
Baca juga: Macron Tuduh Rusia dan Turki Kampanyekan Sentimen Anti-Perancis di Afrika
Sanksi itu termasuk mengizinkan larangan visa dan pembekuan aset terhadap individu yang terlibat dalam eksplorasi gas yang diperebutkan di Mediterania.
"Kami berharap Uni Eropa menepati janjinya, tidak mendiskriminasi kami atau setidaknya tidak menjadi alat untuk membuka permusuhan yang menargetkan negara kami," kata Erdogan dalam sebuah pidato video di kongres partai yang berkuasa.
Baca juga: Erdogan Janjikan Reformasi Ekonomi, Demokrasi, dan Peradilan untuk Hubungan Turki-AS Lebih Baik
"Kami tidak melihat diri kami sendiri di tempat lain, kecuali di Eropa," tambahnya.
"Kami membayangkan membangun masa depan kami bersama dengan Eropa," tandasnya seperti yang dilansir dari AFP pada Sabtu (21/11/2020).
Pesan Erdogan datang ketika para pemimpin Uni Eropa memutuskan dalam pertemuan puncak Desember, apakah akan menjatuhkan sanksi lebih lanjut atas aktivitas Turki baru-baru ini.
Baca juga: Erdogan Ingin Kirim Pasukan Turki ke Nagorno-Karabakh demi Membentuk Pusat Perdamaian
Kapal eksplorasi Turki, Oruc Reis, tetap menjadi pusat ketegangan dan pada Sabtu, Ankara memperpanjang misinya di Mediterania timur hingga 29 November, meskipun ada protes dari Athena.
Dalam kesempatan yang sama itu, Erdogan mengatakan Turki ingin "secara aktif menggunakan hubungan aliansi yang panjang dan erat dengan Amerika Serikat untuk solusi bagi masalah regional dan global".
Dia bukan salah satu pemimpin dunia pertama yang memberi selamat kepada Presiden terpilih Joe Biden.
Sementara, dia menikmati hubungan dekat dengan Presiden AS Donald Trump, walaupun ada ketegangan juga antara kedua negara karena beberapa masalah.
Pembelian Turki atas sistem pertahanan rudal Rusia berteknologi tinggi membuat marah Washington, sedangkan, Ankara memprotes penolakan AS untuk mengekstradisi seorang ulama Muslim yang disalahkan Erdogan karena melakukan kudeta pada 2016.
Baca juga: Pengunduran Diri Putra Mahkota Turki ‘Lukai’ Presiden Erdogan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.