PARIS, KOMPAS.com - Perancis melarang kelompok sayap kanan Turki, Grey Wolves, melakukan kegiatan apapun, setelah mereka dituduh merusak sebuah tembok peringatan genosida terhadap etnis Armenia di dekat kota Lyon, dengan slogan pro-Turki.
Grey Wolves, sebuah organisasi internasional, dipandang bersekutu dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan diduga berada di balik pengerusakan tembok peringatan itu.
Melansir BBC Indonesia pada Selasa (3/11/2020), tembok peringatan itu diwarnai dengan grafiti kuning pada akhir pekan kemarin yang menyertakan inisial Erdogan.
Baca juga: Perancis Rincikan Hukum Separatisme yang Singgung Islam
Aksi pengerusakan itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Perancis dan Turki atas sengketa wilayah di Nagorno-Karabakh.
Pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan meletus di wilayah pegunungan Nagorno-Karabakh pada 27 September lalu.
Wilayah itu diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia.
Baca juga: Pembunuh 3 Orang di Gereja Perancis Positif Virus Corona
Turki telah mendukung Azerbaijan dalam konflik tersebut.
Langkah untuk melarang kelompok Grey Wolves akan diajukan ke kabinet Perancis pada Rabu (03/11).
Menteri Dalam Negeri Perancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa larangan itu berarti bahwa kegiatan atau pertemuan apa pun oleh kelompok Grey Wolves dapat mengakibatkan denda atau hukuman penjara.
Karena grup tersebut adalah organisasi internasional, larangan tersebut hanya akan membatasi aktivitasnya di Perancis.
Baca juga: Dua Geng di Perancis Ini Terlibat Perang di Siang Bolong
Gambar peringatan di luar Lyon menunjukkan grafiti kuning yang menampilkan nama Grey Wolves di samping huruf "RTE", untuk Recep Tayyip Erdogan.
Pekan lalu, 4 orang di luar Lyon terluka dalam perkelahian antara tersangka nasionalis Turki dan warga Armenia yang memprotes Azerbaijan atas konflik Nagorno-Karabakh, menurut kantor berita AFP.
Ketegangan antara Perancis dan Turki juga meningkat baru-baru ini setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron berjanji untuk mempertahankan nilai-nilai sekuler dan memerangi Islam radikal.
Menanggapi komentar Macron, Erdogan mengatakan presiden Perancis membutuhkan pemeriksaan kesehatan mental.
Baca juga: Pelaku Penembakan Pendeta Ortodoks di Perancis Ternyata Masih Berkeliaran
Itu terjadi setelah guru bahasa Perancis, Samuel Paty, dibunuh usai menunjukkan gambar kontroversial Nabi Muhammad kepada muridnya.
Bagi umat Islam penggambaran Nabi Muhammad dapat menyebabkan pelanggaran serius, karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Nabi Muhammad dan Allah (Tuhan).
Pekan lalu, Turki berjanji untuk mengambil "tindakan hukum dan diplomatik" atas kartun Erdogan yang muncul di sampul majalah Perancis, Charlie Hebdo.
Kartun itu menggambarkan presiden Turki sedang mengangkat gaun wanita berkerudung.
Baca juga: Dapat Stigma akibat Teror di Perancis, Umat Islam Merasa Tertekan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.