Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembelot Korea Utara Ini Sebut Negaranya sebagai 'Holocaust' di Era Modern

Kompas.com - 06/09/2020, 09:21 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber NZ Herald

NEW YORK, KOMPAS.com - Seorang pembelot mengungkap kehidupan tragis yang dia dan jutaan warga lainnya alami di negara tertutup Republik Rakyat Demokratik Korea Utara.

Yeonmi Park, berhasil terbang ke Amerika Serikat (AS) bersama ibunya pada 2007 silam. Sejak bebas dari negaranya, dia kerap mengungkap bagaimana masyarakat Korea Utara kekurangan akan kasih sayang dan persahabatan.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

Grateful for life, grateful for nature, grateful for today and grateful for freedom. Thank you life for treating me so well ??

Sebuah kiriman dibagikan oleh Yeonmi Park ???????? (@yeonmi_park) pada 31 Agu 2020 jam 2:36 PDT

Park juga menceritakan bagaimana dia menyaksikan ngerinya orang-orang mati kelaparan di bawah kepemimpinan tertinggi mereka, Kim Jong Un.

Park mengatakan, tidak ada seorang pun yang punya teman karena mengekspresikan emosional dipandang rendah. 

Setiap orang di Korea Utara, menurut gadis 26 tahun itu, saling menyebut satu sama lain dengan, 'comrade'.

Baca juga: Kabur dari Korut, Pembelot Ini Susah Payah Sampai Inggris, Ini Kisah Perjuangannya

Satu-satunya kasih sayang yang ditunjukkan siapa pun di negara tertutup itu, adalah untuk pemimpin mereka. Meski menurut pengakuan Park, orang tuanya tidak pernah bahkan menyatakan bahwa mereka mencintai pemimpin negara itu.

Berbicara kepada New York Post, Park yang kini menjadi seorang aktivis hak asasi manusia menggambarkan rezim Korea Utara saat ini sebagai 'holocaust' di zaman modern.

"Yang perlu Anda ketahui tentang Korea Utara adalah tidak seperti negara lain seperti Iran atau Kuba. Di negara-negara itu, Anda memiliki semacam pemahaman bahwa mereka tidak normal, mereka terisolasi dan orang-orang tidak aman."

"Tapi Korea Utara telah benar-benar dibersihkan dari seluruh dunia, secara harfiah itu adalah kerajaan tertutup. Ketika saya tumbuh di sana, saya tidak tahu bahwa saya terisolasi, saya tidak tahu bahwa saya sedang berdoa kepada seorang diktator."

Baca juga: Cegah Adanya Pembelot, Korea Utara Terapkan Aturan Berlapis

 

 

Park dan saudara perempuannya diajari bahwa mendiang pemimpin tertinggi Kim Il Sung dan putranya, Kim Jong Il serta pemimpin saat ini Kim Jong Un layaknya dewa yang dapat membaca pikiran orang.

Dia menjelaskan propaganda dan dongeng membuat warga terlalu takut untuk berpikir negatif jika mereka dihukum.

Kehidupan di sekolah sangat brutal, menurut Park, yang mengatakan para pelajar dipaksa untuk melakukan "sesi kritik" di mana mereka menyerang dan menemukan kesalahan teman sekelasnya.

Dia mengatakan metode itu dirancang untuk menciptakan perpecahan.

Sekitar 40 persen populasi warga Korea Utara menderita kelaparan dan menghadapi kekurangan pangan, sesuatu yang sering disembunyikan oleh rezim itu.

Park mengatakan dia tumbuh dengan makan serangga untuk bertahan hidup. Setelah melihat paman dan neneknya meninggal karena kelaparan, dia mengatakan keluarga Kim harus disalahkan atas kematian jutaan orang.

Baca juga: Pembelot Jadi Kasus Covid-19 Perdana Korea Utara, Ini Kata Korea Selatan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com