Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bubarkan Demo Belarus, Lukashenko Todong Senapan ke Massa

Kompas.com - 25/08/2020, 08:11 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Daily Mail

MINSK, KOMPAS.com - Presiden otoriter Belarus Alexander Lukashenko menodongkan senapan laras panjang ke massa, untuk membubarkan demonstrasi pada Minggu (23/8/2020).

Tak hanya itu, pemimpin yang dijuluki "diktator terakhir Eropa" tersebut juga mengenakan rompi antipeluru saat keluar dari helikopter yang mendarat di kediamannya.

"Mereka berlarian seperti tikus!" kata Lukashenko menggambarkan bagaimana demonstran yang berkumpul di dekatnya lari kocar-kacir saat ia menodongkan senjata.

Baca juga: Ricuh Pilpres Belarus, Lukashenko Perintahkan Militer Siap Tempur di Perbatasan

Puluhan ribu rakyat Belarus turun ke jalanan ibu kota Minsk pada Minggu (23/8/2020), untuk memprotes klaim Presiden Alexander Lukashenko yang memenangkan masa jabatan keenamnya dalam pemilu yang disengketakan.

Lukashenko lalu mengirim polisi antihuru-hara yang terkenal kejam untuk membubarkan demo.

Video dari kantor berita Belta yang dikutip Daily Mail Senin (24/8/2020) menunjukkan, helikopter pemerintah mendarat di lapangan dan Lukashenko turun memegang senapan otomatis tipe Kalashnikov.

Meski begitu tak ada amunisi yang terlihat di senjatanya, yang menunjukkan Lukashenko hanya bertujuan memeragakan agresi.

"Mereka kabur. Mereka tahu tindakannya akan keras," katanya dikutip dari Daily Mail.

Baca juga: Oposisi Belarus: Tak akan Calonkan Diri Jika Digelar Pemilu Baru

Kemarin lebih dari 100.000 demonstran yang dibalut bendera merah-putih oposisi Belarus memadati Lapangan Kemerdekaan.

Mereka berjalan melalui ibu kota sambil berteriak, "Kami tidak akan lupa, kami tidak akan memaafkan". Mobil-mobil yang lewat pun memberikan dukungan dengan membunyikan klakson.

Aksi unjuk rasa yang berlangsung ricuh, saat memprotes hasil pemilu Belarusia di ibu kota Minsk, Selasa (11/8/2020). Para demonstran menentang kemenangan Presiden Alexander Lukashenko, yang dijuluki diktator terakhir Eropa dan berkuasa sejak 1994.REUTERS/VASILY FEDOSENKO Aksi unjuk rasa yang berlangsung ricuh, saat memprotes hasil pemilu Belarusia di ibu kota Minsk, Selasa (11/8/2020). Para demonstran menentang kemenangan Presiden Alexander Lukashenko, yang dijuluki diktator terakhir Eropa dan berkuasa sejak 1994.
"Kami hanya menuntut dua hal: pemilihan umum yang adil dan menghentikan kekerasan," kata Igor (32) yang dikutip Daily Mail.

Para pejabat setempat telah mengeluarkan peringatan kepada rakyat Belarus agar tidak berpartisipasi dalam "demonstrasi ilegal".

Kemudian Kementerian Pertahanan Belarus mengatakan, akan melakukan intervensi untuk melindungi tugu peringatan "suci" Perang Dunia II. Beberapa stasiun kereta bawah tanah di Minsk juga ditutup.

Baca juga: Uni Eropa Tolak Kemenangan Lukashenko, Sanksi ke Belarus Segera Berlaku

"Lukashenko ingin semua orang pergi dan hidup seperti dulu. Tapi tidak akan seperti dulu lagi," ucap Nikita (28).

Uni Eropa telah menolak hasil pemilu dan berjanji memberi sanksi ke warga Belarus yang bertanggung jawab atas penipuan surat suara.

Mereka juga akan menindak kekerasan polisi yang membuat hampir 7.000 orang ditangkap, dan muncul tuduhan penyiksaan yang mengerikan dalam tahanan polisi.

Menteri Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan, Belarus tidak boleh jadi "Ukraina kedua" dan mengatakan perlu berurusan dengan Lukashenko yang merupakan pemimpin terlama di Eropa.

Pria berusia 65 tahun itu telah berkuasa di Belarus selama 26 tahun, tepatnya sejak 20 Juli 1994.

Baca juga: Oposisi Belarus: Rezim Presiden Alexander Lukashenko Bakal Jatuh dalam 2 Pekan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Global
Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Global
Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Internasional
Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Global
Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Global
Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Internasional
Terjadi Lagi, Perundingan Gencatan Senjata Gaza Berakhir Tanpa Kesepakatan

Terjadi Lagi, Perundingan Gencatan Senjata Gaza Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com