SINGAPURA, KOMPAS.com – Suksesi kekuasaan Singapura yang dikenal selalu berjalan dengan rapi mendadak diliputi ketidakpastian setelah kemenangan hampa partai berkuasa, Partai Aksi Rakyat (PAP) pada pemilu 10 Juli lalu.
Perolehan suara nasional PAP yang telah memimpin Singapura sejak kemerdekaan secara mengejutkan jatuh 8,63 persen menjadi tinggal 61,23 persen.
Partai berlambang petir itu juga kehilangan satu dapil grup (GRC) di Sengkang yang menjadikan perolehan 83 dari 93 kursi parlemen yang diraih sebagai hasil terburuk dalam sejarah.
Baca juga: Walau Kembali Menang Telak Pemilu Singapura, PAP Raih Hasil Terburuk dalam Sejarah
Oposisi Partai Pekerja (WP) menguat dengan 10 kursi, jumlah kursi tertinggi yang pernah dimenangkan blok oposisi.
Kemenangan tipis 53,39 persen di dapil grup East Coast yang diraih Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Heng Swee Keat memunculkan pertanyaan apakah dia akan tetap menjadi pilihan untuk menggantikan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Pada pidato kemenangannya, Lee menyampaikan dia dan kolega senior pemerintahan akan tetap memimpin Singapura terutama untuk menghadapi wabah Covid-19 dan dampak ekonomi sosial yang ditimbulkan.
PM berusia 68 tahun itu juga memberi sinyal hanya akan menyerahkan kekuasaan ketika Singapura benar-benar sudah pulih total dan berada dalam kondisi yang stabil.
Apakah Lee mendadak meragukan Heng dan koleganya yang sering disebut sebagai generasi keempat atau 4G yang akan memimpin Singapura ke depannya?
Baca juga: Jalan Lintas Perbatasan Malaysia-Singapura Diperkirakan Dibuka Awal Agustus
Kepada Kompas.com Senin (20/7/2020), dosen senior Ilmu Politik National University of Singapore (NUS) Associate Professor Bilveer Singh menyampaikan, hasil yang diraih PAP bukan berarti rakyat Singapura tak percaya lagi dengan partai yang identik dengan warna putih itu.
“Sejauh ini tidak ada alternatif lain selain PAP. Namun terlihat jelas ada sentimen yang kuat dari rakyat Singapura bahwa harus ada check and balance terhadap pemerintahan PAP.” tutur Singh.
Profesor yang juga mempunyai spesialisasi di kebijakan keamanan Indonesia itu menguraikan sejumlah skenario suksesi.
Skenario pertama yang sudah diisyaratkan dengan jelas oleh PM Lee adalah dia akan menunda rencana pensiunnya.
Baca juga: Pasien Covid-19 dan Warga Karantina Dilarang Ikut Pemilu Singapura
Lee yang awalnya berencana mengundurkan diri sebelum menyentuh umur 70 tahun, yaitu pada 2022, telah menyampaikan pada kampanye daring akan menundanya karena wabah Covid-19 yang masih melanda.
Tentunya pernyataan pada pidato kemenangannya semakin mempertegas bahwa dia mungkin saja akan terus memimpin hingga 5 tahun ke depan.
Singh melanjutkan skenario kedua adalah penyerahan kekuasaan seperti yang telah direncanakan akan tetap berlangsung antara Lee dan Heng sebelum pemilu berikutnya pada 2025.