Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cerita WNI di AS Saat Kerusuhan Demo Protes atas Kematian George Floyd

Kompas.com - 03/06/2020, 19:32 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

MINNESOTA, KOMPAS.com - Demonstrasi rusuh akibat kematian pria Afrika-Amerika, George Floyd (46) di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS) memiliki dampak tersendiri bagi WNI di AS.

Penjarahan, pembakaran fasilitas umum dan tindakan anarkis lain yang dilakukan oknum menambah kekhawatiran para WNI di Minnesota. 

Esther K Sianipar (45) misalnya, seorang WNI yang tinggal di St. Paul, episentrum demonstrasi rusuh, menceritakan perasaannya berada di wilayah tersebut.

Esther dan putranya yang masih berusia 14 tahun tinggal di sebuah apartemen. Kepada Kompas.com, Esther menceritakan bagaimana dirinya memantau kerusuhan yang terjadi dari apartemennya.

"Dari perempatan apartemen saya, ada SPBU dan di seberangnya ada toko jualan minuman keras yang dijarah massa pada Kamis malam (28/5/2020). Keesokan harinya mereka membuka toko, namun bagian pintu dan kaca toko dipasangi papan kayu sebab para penjarah mengincar pompa bensin dan toko-toko," kata Ester.

Baca juga: Apa yang Terjadi dalam 30 Menit Momen Terakhir Hidup George Floyd?

Esther mengaku tetap berada di apartemen sesuai peraturan yang dikeluarkan KJRI Chicago, Gubernur Minnesota dan peraturan dari sekolah pascasarjananya di Luther Seminary, St. Paul.

"Saya merasa cemas, khawatir dan deg-deg-an karena saya teringat akan kerusuhan Mei 1998 (di Indonesia) bersamaan dengan demonstrasi besar-besaran yang ganas dan anarkis. Apalagi di sini pemerintah sudah menurunkan Garda Nasional."

Dia menambahkan, kalau pemerintah AS juga memberlakukan jam malam, "Kalau tidak dipatuhi, kita melanggar hukum."

Esther mengaku selain karena terjadinya kerusuhan, adanya pandemi virus corona juga membuat dirinya dan keluarga hanya berada di rumah.

"Jika keluar kalau perlu saja. Kebetulan saya stok makanan di apartemen dan masih bisa ke toko bahan makanan kalau pagi. Jadi, tidak terlalu berpengaruh. Hanya merasa cemas dan selalu memantau keadaan sampai subuh karena polisi dan helikopter melewati daerah kami menuju titik kerusuhan."

Esther juga menyebut bahwa Konsulat Jenderal Meri Binsar dari KJRI Chicago telah sangat baik melakukan koordinasi dengannya.

"Pihak KJRI Chicago telah memberi arahan kepada para WNI agar tidak ke mana-mana dan tidak mengikuti demo. Hotline telepon juga sudah diberikan langsung kepada saya," ujar wanita yang masih aktif menyandang status mahasiswa Teologi Pascasarjana di Luther Seminary ini.

Baca juga: Double Wall Selamatkan Dua Coffee Milik WNI dari Penjarahan Demo George Floyd

Esther juga memberikan pandangannya terkait aksi rusuh tersebut. Menurutnya, warga AS khususnya keturunan Afrika-Amerika sangat marah melihat tragedi kematian George Floyd di tangan polisi kulit putih, Derek Chauvin.

"Peristiwa kematian George Floyd membuat orang kulit hitam merasa tidak adil dan minta 4 polisi itu ditangkap dan dihukum. Inilah yang membuat mereka sangat marah karena Amerika memiliki sejarah perbudakan dan rasisme terhadap orang kulit hitam sejak 400 tahun lalu."

Esther juga berpendapat bahwa demonstran yang meminta keadilan hukum atas kematian George Floyd menekan pemerintah AS untuk merombak sistem keadilan. 

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com