Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Diversifikasi Pangan Pemerintah di Tengah Mahalnya Harga Beras

Kompas.com - 08/03/2024, 06:31 WIB
Krisda Tiofani,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Demi ketahanan pangan, diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi pangan sebaiknya dilakukan di tengah melonjaknya harga beras.

Budi Waryanto, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Ketersediaan Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), mengatakan bahwa pihaknya sudah membentuk deputi penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan.

"Diversifikasi pangan selama ini sudah dilakukan, tetapi perkembangannya memang tidak signifikan," kata Budi dalam diskusi daring bertajuk Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim pada Selasa (5/3/2024).

Baca juga: Harga Beras Mahal, Omzet Pedagang Singkong di Lebak Melonjak Tajam

Misalnya, program One Day No Rice alias satu hari tanpa nasi di Depok, Jawa Barat, pada 2012 yang hanya berjalan selama empat tahun.

Budi mengatakan, program diversifikasi pangan pun dibuat kian menarik pada 2022-2023. Menyesuaikan konsep masa kini yang dekat dengan anak muda.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Foodplace (@my.foodplace)

"Penduduk kita kan sudah lebih banyak generasi milenial dan generasi Z, yang mungkin, kalau diminta makan ubi rebus atau jagung rebus, mungkin tidak mau," ungkap Budi.

Kemas sagu menjadi pangan lebih menarik

Upaya diversifikasi pangan untuk generasi muda pun diubah. Bukan lagi anjuran mengonsumsi umbi-umbian sebagai pengganti nasi.

Melainkan memodifikasi pangan menjadi lebih menarik untuk minat generasi milenial dan generasi Z.

Ilustrasi sagu yang sudah diproses menjadi tepungShutterstock/Rahmi Mustika Putri Ilustrasi sagu yang sudah diproses menjadi tepung

"Kami mencoba melakukan modifikasi, bekerja sama dengan para koki untuk membuat (pangan) dengan bentuk kekinian sehingga anak muda mau (mengonsumsi)," ujar Budi.

Misalnya, sagu. Bukan hanya papeda, hasil pati hati batang enau ini diolah menjadi wadah makanan yang bisa dikonsumsi.

Baca juga:

Diversifikasi pangan lokal ini dikenalkan melalui program Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA).

"Semua itu kita makan, termasuk piringnya karena terbuat dari sagu yang dikeringkan dan ternyata beberapa anak muda itu menyukai," tutur Budi.

Diversifikasi pangan di Indonesia Timur

Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa ada rencana pengembangan diversifikasi pangan di Indonesia Timur.

"Mulai dari Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan daerah-daerah yang menurut indeks, merupakan daerah kerentanan pangan, tetapi memiliki sumber daya lokal tinggi," jelas dia.

Program yang akan digarap dengan lembaga internasional ini, rencananya, ingin mendorong sumber karbohidrat selain beras.

Baca juga:

"Memang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Perlu sosialisasi lebih sering," kata Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com