BARU-baru ini, publik dikejutkan dengan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok program magang internasional "Ferienjob".
Melansir berbagai pemberitaan media arus utama setidaknya 1.047 mahasiswa dari 33 perguruan tinggi menjadi korban.
Ada dugaan jumlah mahasiswa dan kampus jauh lebih besar (ada menyebut 41 kampus), namun tidak muncul ke permukaan lantaran mahasiswa dan kampus tidak berani bersuara karena berbagai alasan.
Kompas.com mengangkat artikel eksploitasi kerja berkedok magang merupakan pola kasus lama yang terus berulang sejak tahun 2005 dan menimpa mahasiswa dan pelajar kita yang magang di luar negeri tidak hanya di Jerman melainkan juga negara lain seperti Jepang dan Malaysia.
Janji yang diberikan pun mirip, mulai dari konversi magang menjadi SKS, tambahan uang yang bisa mengganti atau bahkan melebihi biaya keberangkatan, pengalaman kerja, hingga pengalaman belajar internasional.
Lalu bagaimana kemudian mendudukan persoalan ini yang secara lebih komprehensif? Mari kita kupas satu persatu:
Ferienjob, secara harfiah berarti "pekerjaan liburan" dalam bahasa Jerman, adalah program kerja sementara yang ditujukan untuk pelajar dan mahasiswa.
Program ini memungkinkan mereka bekerja paruh waktu selama libur sekolah atau universitas, biasanya selama musim panas (Juni-Agustus) atau musim dingin (Desember-Februari).
Biasanya berlangsung selama 2-3 bulan, namun bisa juga lebih pendek tergantung pada kesepakatan dengan pemberi kerja.
Yang perlu dicatat, umumnya pekerjaan yang ditawarkan memang tidak membutuhkan keahlian khusus, seperti di sektor pertanian, pariwisata (hotel, restoran), perawatan anak, atau pekerjaan retail.
Jadi bisa ditegaskan, Ferienjob tidak termasuk kegiatan magang bersifat akademis dan lebih tepat dikatakan sebagai program kerja paruh waktu atau part-time.
Dari sisi penggajian, upah Ferienjob minimum di Jerman diatur secara hukum, dan peserta Ferienjob akan menerima gaji sesuai dengan ketentuan tersebut. Apakah jumlahnya layak dengan jam kerja yang diberikan oleh mahasiswa kita?
Rasanya akan fair jika dilakukan perbandingan dengan program sejenis di negara lain (Australia, misalnya) terkait asas kepatutan pengupahan ini. Pun perlu dilakukan penyelidikan lebih dalam jika terjadi perbedaan upah antara warga lokal dan mahasiswa kita.
Jadi pertanyaan kritis yang muncul adalah: apakah program resmi pemerintah Jerman Ferienjob benar mengeksploitasi tenaga kerja mahasiswa kita?
Rasanya akan sulit dibuktikan karena menyangkut kredibilitas negara dan mengingat program ini diakui pemerintah setempat.