Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker: Perusahaan Kesulitan Cari Karyawan dengan Skill Digital

Kompas.com - 23/11/2022, 14:56 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

Sumber UGM

KOMPAS.com - Dunia telah memasuki era digital, namun tenaga kerja dengan talenta digital masih sulit ditemukan di Indonesia.

Di tengah ledakan adopsi teknologi, daya saing digital Indonesia masih rendah dan tidak sedikit perusahaan yang kesulitan mencari karyawan dengan kemampuan digital tinggi.

Bahkan, data World Digital Competitiveness 2021 mencatat, daya saing digital di Indonesia berada di peringkat 53 dari 64 negara.

Hal tersebut dipaparkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah yang menyatakan bahwa kini Indonesia kekurangan talenta digital.

Baca juga: Erick Thohir Sebut 9 Pekerjaan Bakal Hilang di 2030, Ada Pekerjaanmu?

“Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan di Indonesia yang sulit mencari karyawan dengan kemampuan digital yang memadai,” ungkap Ida dilansir dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Apa saja skill yang dibutuhkan dunia kerja saat ini?

Lebih lanjut Ida menyampaikan digitalisasi telah membawa perubahan terhadap jenis pekerjaan dan skill yang dibutuhkan di pasar kerja.

Tumbuhnya jenis pekerjaan baru membutuhkan kompetensi baru yang harus dikuasai tenaga kerja agar tidak tertinggal dalam persaingan global.

Tenaga kerja dituntut tidak hanya menguasai penguasaan teknologi, namun memiliki soft skill yang memadai.

Menurutnya, di era kemajuan teknologi saat ini soft skill sangat dibutuhkan. Sebab, hard skill bisa dipenuhi dengan teknologi, tetapi soft skill tidak bisa dipenuhi teknologi, namun dari manusia itu sendiri.

Baca juga: 4 Beasiswa S2-S3 Luar Negeri dengan Uang Saku Rp 300 Juta Per Tahun

Oleh sebab itu, dibutuhkan pemikiran yang kreatif, inovatif, analitis, kritis, fleksibel dan kewirausahaan dari generasi muda saat ini agar bisa berdaya saing memasuki dunia kerja di era digital.

“Hal-hal ini harus menjadi highlight dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja di tengah kemajuan teknologi dan informasi,” tuturnya.

Berikutnya, tenaga kerja muda diharapkan bisa berpartisipasi secara aktif dalam komunitas atau jejaring keterampilan kontemporer. Misalnya, komunitas desain komunikasi visual, content creator, vlogger, youtuber, seni dan lainnya.

“Jangan pernah berhenti belajar, jangan mudah menyerah terhadap persaingan di pasar kerja. Terus bangun komunikasi dan profesionalisme di tempat kerja dan membangun keterampilan diri,” sarannya.

Reskilling dan upskilling jadi solusi

Ida mengatakan digitalisasi tidak hanya menggeser kebutuhan keterampilan dan jenis pekerjaan saja, tetapi juga meningkatkan risiko mismatch pasar kerja.

Ia menjelaskan, mismatch di pasar kerja terjadi baik secara vertikal maupun horizontal.

Baca juga: 5 Ciri Orang Cerdas Bukan Hanya Dilihat dari IQ, Kamu Punya Ciri-cirinya?

Mismatch vertikal yakni ketika seorang bekerja tidak sesuai dengan level pendidikannya, misalnya lulusan sarjana mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan lulusan SMA.

Lalu, mismatch horizontal yaitu ketidakcocokan antara latar belakang pendidikan dan pekerjaan seperti lulusan sarjana teknik mesin bekerja sebagai manajer keuangan.

“Masih bersyukur saat mismatch tetap mau bekerja, ada proses reskilling dan upskilling. Yang jadi masalah karena tidak mau lakukan reskilling dan upskilling, lebih senang menganggur karena tidak ada kesesuaian, tidak mau sengsara. Kalau ini terjadi maka lulusan perguruan tinggi akan jadi penyumbang pengangguran di Indonesia,” urainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com