Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

3 Guru Besar UPI Sampaikan Pidato Kehormatan, Bahas Strategi Otonomi Belajar Bahasa hingga Kesehatan Mental Remaja

Kompas.com - 26/10/2022, 14:44 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan pidato kehormatan guru besar 2022 secara luring di gedung Achmad Sanusi, Rabu (19/10/2022).

Tiga guru besar UPI berkesempatan menyampaikan pidato kehormatan, yaitu Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd, Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd, serta Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.

Pada kesempatan pertama, Nenden Sri Lengkanawati menyampaikan pidato kehormatan yang mengangkat judul “Strategi dan Otonomi Belajar Bahasa Dalam Konteks Kebijakan Pendidikan Merdeka”.

Dia menyoroti strategi mengetengahkan satu perangkat yang dipilih peserta didik sesuai waktu yang sesungguhnya atau real time dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi di lingkungan.

Menurutnya, hal itu bisa untuk mengoptimalkan peluang keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar dan menggunakan bahasa sasaran.

Baca juga: Guru Besar UPI: Perlu Ada Pembagian Urusan Pendidikan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

“Dalam proses belajar, siswa harus memanfaatkan pengetahuan tentang kemampuan diri mereka sendiri sebagai pembelajar dan memanfaatkan pengetahuan tentang tugas-tugas dalam belajar,” katanya dalam siaran pers, Rabu (26/10/2022).

Selain itu, kata Nenden, peserta didik  harus memahami strategi yang tepat untuk digunakan dalam konteks tertentu dalam mengembangkan pengetahuan interface.

Pengetahuan akan interface adalah yang menghubungkan apa yang mereka miliki dengan apa yang ingin mereka kuasai sesuai suasana lingkungan belajarnya.

Nenden menjelaskan, konsep strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar muncul sebagai salah satu respons terhadap tantangan dan perubahan yang muncul dalam bidang pendidikan. Keduanya adalah atribut pembelajar dalam konteks belajar itu sendiri.

Menurutnya, kesadaran peserta didik tentang strategi belajarnya dan pemanfaatan strategi tersebut dapat menyebabkan dan atau memperkuat kemandirian pembelajar itu sendiri.

Baca juga: Guru Besar UPI Jelaskan Dampak Pandemi Covid-19 terhadap MSDM Perusahaan

“Kemudian, peserta didik akan mengambil kendali lebih besar dari proses pembelajaran mereka sendiri,” ungkapnya.

Selanjutnya, penggunaan teknologi dalam mengembangkan strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar juga merupakan kunci pembelajaran pada abad 21.

Nenden menjelaskan, kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka sangat sejalan dengan prinsip penguatan strategi belajar (learning strategies) dan penguatan kemandirian pembelajar (learner autonomy) itu sendiri.

Menurutnya, learning strategies yang telah dirumuskan dalam Strategic Self-Regulation membuahkan upaya positif yang dapat dilakukan dalam proses belajar-mengajar.

Menurutnya, pemanfaatan strategi belajar membentuk pembelajar yang mandiri. Dia juga mengimbau strategi belajar dan kemandirian pembelajar tidak dilihat sebagai sasaran akhir dari upaya pendidikan.

“Justru keduanya harus dilihat sebagai instrumen dan mekanisme dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri,” terangnya.

Baca juga: Guru Besar UPI Paparkan 3 Komponen Penting untuk Implementasikan Pendidikan Manajemen

Dalam konteks pembelajaran bahasa, kata Nenden, tujuannya adalah kemahiran berbahasa yang paripurna.

Dia menilai, strategi belajar bahasa dan kemandirian pembelajar bahasa mempunyai posisi yang penting dalam konteks bahasa Inggris sebagai lingua franca, atau English as lingua franca (ELF), yang dipahami sebagai bahasa kontak non-lokal yang digunakan lintas komunitas secara global.

Terapi diri

Pada kesempatan kedua, pidato kehormatan disampaikan Cece Rakhmat yang mengangkat judul “Self-Therapy: Melintas Rintang Menuju Gerbang Kebahagiaan’’.

Cece menjelaskan, manusia akan berusaha memecahkan masalah, baik meminta bantuan kepada konselor, psikolog, psikiater, bahkan kepada teman, orang tua, atau saudara.

“Hal yang menarik adalah keberadaan orang lain ini membawa cermin besar untuk memandang kembali diri kita sendiri,” katanya.

Baca juga: Guru Besar UPI Sampaikan 5 Pilar Fondasi Pendidikan Matematika yang Baik

Pada akhirnya, pemecahan masalah itu justru muncul dari pikiran manusia sendiri. Setelah menjernihkan pandangan, mendefinisikan kekalutan, menerjemahkan ulang tujuan hidup yang semula porak-poranda.

“Inilah yang kemudian memutar arah haluan kita dari kelemahan menuju kelebihan diri,” ungkapnya.

Cece pun menekankan perlunya merekonstruksi tujuan sebagai salah satu langkah jitu memecahkan masalah hidup.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com