Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Meme Stupa Roy Suryo, Pakar Unair: Kebebasan Berekspresi yang Lewat Batas

Kompas.com - 02/08/2022, 19:50 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menetapkan Roy Suryo sebagai tersangka atas kasus meme stupa Candi Borobudur yang dimiripkan dengan wajah Presiden Jokowi.

Atas kasus itu, Roy Suryo dijerat dengan pasal ujaran kebencian bernuansa SARA sampai penistaan agama.

Baca juga: Kisah Haru Ibu Wakili Wisuda S1 di Unesa karena Anaknya Telah Tiada

Kasus tersebut memicu berbagai tanggapan masyarakat, salah satunya Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Dr. Suko Widodo angkat suara.

Dia menilai, tindakan yang dilakukan oleh Roy Suryo adalah tindakan yang kurang etis.

Menurut dia, perilaku mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui teknologi komunikasi dapat berdampak pada potensi pelanggaran etika komunikasi.

"Acapkali kebebasan berekspresi itu melebihi batas. Dalam kehidupan juga ada yang namanya norma sosial. Saya melihatnya sebagai (pesan) yang merusak marwah orang maupun tempat suci. Kan borobudur tempat suci. Cara kritik atau pesan yang disampaikan juga tidak elok sesuai dengan etika," ucap dia melansir laman Unair, Selasa (2/8/2022).

Lanjut dia mengungkapkan, dalam penggunaan meme seperti kasus meme stupa candi yang dibuat Roy Suryo, seharusnya ada batasan candaan.

Dia menyebut, dalam melakukan candaan meme, perlu melihat candaan yang dapat dinikmati oleh kalangan tertentu dan ruang publik.

Baca juga: Dosen IPB Kasih Tips Memulai Jalani Bisnis untuk Mahasiswa

"Seringkali banyak yang tidak melihat batasan itu. Dan, itu (meme sebagai candaan) harus ada pertanggungjawabannya," tegas dia.

Suko juga menuturkan, cara berekspresi masyarakat Indonesia di sosial media (sosmed) maupun kritik untuk negara termasuk kategori yang tidak sopan di ruang lingkup dunia.

Hal ini dipicu oleh kurangnya literasi digital yang dimiliki oleh masyarakat.

Selain itu, culture shock (gegar budaya) masyarakat terhadap kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan kemajuan berpikir dan kemampuan bijak menggunakan sosial media.

"Kita ini masih belum siap sebenarnya dengan kecepatan teknologi, apalagi norma sosial di sosmed masih belum terbentuk, dan undang-undang seperti ITE masih belum sempurna," jelas dia.

Dalam menangani hal tersebut, Suko berharap kurikulum pendidikan tentang komunikasi digital harus dimunculkan segera dalam pelajaran SD hingga SMA.

Baca juga: Ini Sosok Raja, Mahasiswa Termuda UGM Bisa Kuliah pada Usia 15 Tahun

"Tindakan tersebut dilakukan sebagai upaya pengurangan krisis literasi digital yang juga dialami oleh anak-anak remaja," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com