Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Punya Ahli Bakteri Pylori yang Masuk Top 0,1 Persen Dunia

Kompas.com - 18/11/2021, 07:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Salah satu akademisi Universitas Airlangga (Unair) baru-baru ini, dinobatkan menjadi salah satu ahli Pylori terhandal di dunia.

Penghargaan itu, diberikan oleh Expertscape World Expert kepada Muhammad Miftahussurur, dan menempatkannya pada top 0,1% peneliti yang menulis tentang Helicobacter pylori. Miftah adalah satu-satunya peneliti dari Indonesia yang menerima penghargaan tersebut.

“Saya kaget tapi Alhamdulillah masih katut. Walaupun ini tidak mencerminkan kesemua hal tentang pylori, tetapi saya merasa daftar itu cukup adil karena saya lihat di urutan 1, 2, dan 3 memang itulah ahli pylori dunia,” ucapnya dilansir dari laman Unair.

Baca juga: Peneliti Unair Hadirkan Produk Herbal Obati Gula Darah dan Kolesterol

Alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) itu menuturkan, ia mulai mempelajari Helicobacter pylori sejak tahun 2011. Terhitung sepuluh tahun meneliti, ia menghasilkan 98 publikasi terindeks Scopus. 

Dari 80 publikasi, di antaranya membahas mengenai Helicobacter pylori. Sehingga tak heran jika Expertscape menyebutnya sebagai “Pakar Dunia”.

Saat meneliti bakteri pylori, Miftah pernah harus mengumpulkan 1.000 orang untuk mendapatkan 100 bakteri. Sambil membawa alat endoskopi, ia mulai berkeliling Nusantara.

Di Indonesia sendiri, bakteri pylori tinggi hanya pada etnik tertentu. Di antaranya Suku Batak, Bugis, Papua, dan Timor.

Sedangkan suku dominan seperti Jawa, Sunda, atau Melayu mempunyai prevalensi bakteri pylori yang rendah bahkan hanya di angka dua persen.

Baca juga: 5 Cara Usir Tikus di Rumah dari Pakar Tikus IPB

“Angka dua persen itu kan artinya dari 100 orang hanya dua orang yang positif. Dibandingkan dengan Suku Batak yang mencapai 40 persen atau Suku Bugis yang sekitar 38 persen,” papar. Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi dan Informasi (IDI) UNAIR itu.

Temuan itu lantas menjadi fenomena yang menarik perhatian dunia. Sebab, jelasnya, rata-rata tingkat prevalensi Helicobacter pylori di seluruh dunia adalah 40 sampai 60 persen.

“Ini menjadi pusat perhatian. Di situlah publikasi-publikasi kita bisa diterima. Di negara-negara maju seperti Jepang prevalensinya mencapai 40 sampai 60 persen. Sedangkan negara-negara Afrika di angka 60 sampai 70 persen. Nah, kita ini hanya dua persen, makanya menarik,” terang Miftah.

Sebelumnya, Miftah juga kerap diminta memaparkan hasil kajiannya di Taiwan dan Korea Selatan.

Baca juga: Peneliti Unair: Madu dari Lebah Ini Bantu Atasi Osteoporosis

Menurutnya, tidak ada bidang penelitian yang sia-sia. Dulu ia berpikir bahwa perspektif penelitian Helicobacter pylori sangat rendah. Tapi hal itu justru membawanya studi lanjut ke Jepang hingga Amerika.

Atas keberhasilannya itu, Miftah berharap dapat memacu para peneliti Indonesia, bahwa molecular epidemiologi masih menjadi penelitian yang cukup prospektif untuk dijalani.

“Walaupun bidang penelitian kita tidak terlalu prospektif, tetapi jika tekun pada suatu bidang terus-menerus ternyata juga memberikan dampak yang cukup besar,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com