Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Panas Menerjang Wilayah Asia, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 03/05/2024, 12:29 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gelombang panas melanda sejumlah negara di Asia, seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, dan India.

Gelombang panas adalah fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari berturut-turut. Kenaikan suhu udara harian itu bisa mencapai maksimal 5 derajat lebih tinggi dari normalnya.

Tak heran, gelombang panas atau heatwave ini mencatat rekor suhu tertinggi di sejumlah negara yang mengalami.

Gelombang panas di Thailand mengakibatkan suhu udara mencapai 40 derajat celsius di 26 provinsi negara tersebut, dilansir dari SCMP.

Bahkan, Provinsi Lampang di utara Thailand melaporkan suhu tertinggi sepanjang tahun 2024 yaitu sebesar 44,2 derajat celsius.

Departemen Pengendalian Penyakit Thailand mengatakan, sebanyak 30 orang tewas akibat sengatan panas yang terjadi hingga April 2024, seperti dilansir The Straits Times.

Lantas, apa penyebab gelombang panas terjadi di Asia?

Baca juga: Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Penyebab gelombang panas di Asia

Serangan gelombang panas sudah pernah diperingatkan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).

Dilansir dari laman resminya, laporan The Intergovernmental Panel on Climate Change mengungkap bahwa serangan suhu panas di Asia masih akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang.

Menurut laporan tersebut, gelombang panas di Asia disebabkan perubahan iklim.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto juga mengungkapkan penyebab gelombang panas di Asia, terutama Asia Selatan dan Asia Tenggara bagian utara. Berikut penyebabnya:

1. Aktivitas atmosfer

Guswanto menjelaskan, gelombang panas di Asia disebabkan terbentuknya pusat tekanan tinggi di atmosfer atas (lebih dari 3 km) yang membuat udara panas terdiam di titik itu dalam waktu lama, baik harian maupun mingguan.

"Udara panas bertekanan tinggi ini pun kemudian turun sehingga memanaskan udara di permukaan secara adiabatik," kata Guswanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/5/2024).

Fenomena itu terjadi secara jamak, dikontrol oleh pola arus jet (jetstream) dan gelombang Rossby.

Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com