Oleh: Achilleus Hermawan Astyanto dan PK. Purwadi*
BEBERAPA waktu lalu, masyarakat kembali dikejutkan pemberitaan dua peristiwa nahas yang terjadi dengan rentang waktu hanya tiga pekan.
Pertama, satu orang meninggal dunia dan tujuh orang lainnya pingsan akibat keracunan gas di kabin mobil dalam perjalanan melalui tol Indraprabu pada akhir Maret.
Kedua, satu keluarga, meliputi suami istri beserta dua anaknya, meregang nyawa dalam perjalanan ketika hendak merayakan Lebaran ke rumah kerabat di Jambi pada pertengahan April.
Dari suatu perspektif, kedua kejadian itu patut diduga merupakan keracunan gas yang terindikasi berkaitan dengan sistem pengkondisian udara (air conditioning/AC) kabin mobil.
Pertengahan Agustus 2023, media juga sempat memberitakan ditemukannya sejoli di kabin mobil, pun dalam keadaan tidak bernyawa.
Dari olah tempat kejadian perkara (TKP), diketahui mobil terparkir dalam keadaan mesin beroperasi (engine on) serta perangkat AC bekerja. Jenis mobil termasuk kendaraan SUV mewah, dan biasa dikendarai oleh kalangan menengah ke atas.
Sebelumnya, pada Juli 2020, media mewartakan penemuan sopir dan penumpang travel dalam keadaan tidak bernyawa.
Peristiwa ini berlangsung dalam rute penyeberangan pelabuhan Merak – Bakaehuni di kapal roro. Mobil diketahui terparkir, juga dalam keadaan engine on.
Keduanya telah meninggal dunia bahkan sebelum ditemukan oleh penumpang lainnya. Artinya, rentang waktu kejadian relatif cepat, mengingat waktu penyeberangan kapal terbilang singkat.
Pada tahun yang sama, ada pemberitaan sepasang pria dan wanita ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Saat ditemukan, dari mulut keduanya teramati buih.
Lagi-lagi keduanya juga ditemukan di dalam kabin mobil terparkir dengan kondisi engine on. Satu catatan, kedua korban merupakan aparatur sipil Negara (ASN) Dinas Pendidikan di Sumatera Utara.
Bertolak ke tahun sebelumnya, pada pertengahan 2019, tiga korban yang merupakan satu keluarga juga ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di kabin mobil.
Ketika ditemukan juga mobil dalam kondisi engine on dan terparkir di depan Yonif 132 Bimasakti Salo, Kabupaten Kampar, Riau. Salah satu korban tampak mengeluarkan buih dengan kondisi telah meninggal dunia.
Dari kasus-kasus yang diberitakan, tercermati suatu pola: korban ditemukan pingsan atau meninggal dunia, terkadang dengan kondisi mulut berbuih. Sementara itu, mesin dan perangkat pendingin mobil didapati dalam kondisi beroperasi.
Dokter hingga petugas berwenang yang menanganinya memberikan keterangan serupa. Para korban terindikasi mengalami keracunan gas. Kuat disinyalir, emisi karbon masuk ke kabin melalui mekanisme pendinginan udara.
Sistem pengondisian udara ditujukan untuk memberikan kenyamanan bagi orang yang berada di dalam ruangan. Untuk mendapatkan kondisi ini, suhu dan kelembapan udara diatur sedemikian rupa.
Awalnya AC digunakan di gedung perkantoran untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dalam perkembangannya, AC diperuntukkan juga untuk kenyamanan pribadi seperti hunian hingga kendaraan.
Dilansir dari laman resmi salah satu perusahaan otomotif ternama, mekanisme pendinginan kabin mobil melibatkan cairan pendingin (refrigeran) yang bersirkulasi secara tertutup dalam suatu siklus. Di situ, udara dari lingkungan sekitar juga berinteraksi dalam proses pendinginan kabin.
Keseharian masyarakat Indonesia memang lekat dengan mobilitas yang cukup tinggi. Mobil merupakan salah satu moda transportasi yang mendominasi.
Tidak jarang masyarakat rela menghabiskan waktu berjam-jam di kabin mobil untuk menempuh perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya, ataupun aktivitas lainnya seperti berlibur, hingga mudik ke kampung halaman.
Perseroan Jasa Marga bahkan mencatat bahwa di tahun 2024, terkait arus mudik saja volume kendaraan roda 4 yang meninggalkan Jabodetabek melalui pintu tol telah melebihi 1 juta unit.
Tak pelak lagi, kenyamanan menjadi kebutuhan mendesak seiring meningkatnya durasi dan beragamnya aktivitas di kabin mobil.
AC mobil pun menjelma menjadi perangkat yang bukan sekadar harus tersedia, melainkan harus beroperasi dengan baik untuk memberikan kenyamanan dalam perjalanan.
Sayangnya tidak sedikit masyarakat pengguna mobil yang awam terhadap prinsip kerja AC kendaraan ini.
Sebagian besar terlena untuk menyadari bahwa di balik kenyamanan yang tawarkan, ada pula konsekuensi mengintai.
Mengoperasikan AC di kabin mobil yang terparkir dengan kondisi engine on dan kaca tertutup rapat justru meningkatkan risiko keracunan emisi.
Hal ini dikarenakan dalam mekanisme pendinginan kabin mobil, pada umumnya udara segar dari lingkungan sekitar dimanfaatkan untuk suplai udara ke kabin.
Apabila mobil itu dalam posisi engine on, namun tidak melaju, maka emisi yang dihasilkan dan masih berada di lingkungan sekitar mobil akan lebih mudah masuk ke kabin seiring beroperasinya proses pendinginan.
Sementara itu, kaca yang tertutup rapat menyebabkan emisi justru bersirkulasi dan terakumulasi di kabin.
Pada saat itu, secara tidak sadar, penumpang di kabin akan lemas akibat menghirup emisi yang dibarengi kekurangan suplai oksigen. Dalam waktu lebih lama, kematian tak terelakkan.
Berkaca kembali dari kasus keracunan emisi yang berulang-ulang terjadi di kabin mobil, beberapa simpulan menjadi begitu eksplisit.
Pertama, rentang waktu kasus terbaru dan kasus sebelumnya terbilang relatif singkat. Dapat diduga, serapan literasi masyarakat belum efektif di tengah badai informasi.
Maka, hal ini berindikasi pendidikan literasi masyarakat perlu digalakkan. Pendidikan literasi tidak boleh sekadar membanjiri masyarakat dengan informasi.
Kedua, tampaknya pendidikan tinggi belum menjamin pengetahuan yang mencukupi untuk mengimbangi penerapan teknologi.
Kasus yang melibatkan SUV mewah, maupun dua ASN Dinas Pendidikan di Sumatera Utara adalah indikasinya.
Kedua ASN Dinas Pendidikan tentu pribadi terdidik yang memiliki kapasitas sebagai abdi negara juga kesehariannya bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan.
Sama halnya pengemudi dan penumpang SUV mewah yang tentu memiliki privilege mengenyam pendidikan yang baik.
Meregang nyawa di kabin mobil akibat keracunan emisi tak perlu terulang jika informasi disampaikan secara logis, sederhana, namun lugas dan tepat sasaran.
*Achilleus Hermawan Astyanto, Akademisi, Wakil Kepala Pusat Kajian Teknologi Cerdas dan Anggota Greenteam Universitas Sanata Dharma
PK. Purwadi, Akademisi, Peneliti Sistem Pengkondisian Udara Universitas Sanata Dharma