Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangkai Satelit Milik Eropa Diprediksi Akan Jatuh ke Bumi Hari Ini, di Mana Lokasinya?

Kompas.com - 21/02/2024, 18:30 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bangkai satelit European Remote Sensing 2 (ERS-2) diprediksi akan jatuh kembali ke Bumi setelah tidak lagi difungsikan.

Proses jatuhnya bangkai satelit ini dipantau dengan cermat oleh pengelolanya, Badan Antariksa Eropa (ESA).

Meskipun demikian, prediksi lokasi dan waktu ERS-2 jatuh dan menghantam atmosfer Bumi belum bisa dipastikan.

Namun diperkirakan, kemungkinan besar bangkai satelit itu akan jatuh di lautan.

Dikutip dari CNN, Selasa (20/2/2024), ESA memperkirakan bangkai satelit ini akan memasuki Bumi pada hari ini, Rabu (21/2/2024) pukul 23.32 WIB dengan rentang ketidakpastian sekitar 4,5 jam.

Bangkai satelit tersebut diperkirakan akan pecah ketika mencapai ketinggian sekitar 80 km dan sebagian besar pecahan yang dihasilkan akan terbakar di atmosfer.

ESA mengimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir tentang sampah yang muncul ke permukaan.

Sampah dari bangkai satelit ERS-2 diklaim tidak mengandung zat beracun atau radioaktif yang berbahaya.

“Risiko tahunan seorang manusia terluka akibat puing-puing luar angkasa berada di bawah 1 dalam 100 miliar,” tulis pejabat ESA, dikutip dari Live Science, Senin (12/2/2024).

Pengamatan soal perkiraan jatuhnya ERS-2 ini sudah berlangsung lama. Terpantau dari tahun 2011, proses jatuhnya pesawat ini telah berlangsung selama 13 tahun terakhir.

Namun satelit tersebut sekarang sudah cukup rendah untuk ditarik ke bawah dengan relatif cepat oleh atmosfer.

Baca juga: Mengenal Satelit Merah Putih 2 yang Sukses Diluncurkan ke Luar Angkasa


Baca juga: Mengenal LignoSat, Satelit Kayu Pertama yang Akan Diluncurkan Jepang dan NASA

Mengenal satelit ERS-2

ERS-2 merupakan satelit pengamat Bumi yang diluncurkan pada Jumat (21/4/1995), dilansir dari CNN, Senin (19/2/2024).

Pada saat lepas landas, berat pesawat tersebut 2.516 kilogram dan apabila tanpa bahan bakar seperti sekarang, berat ERS-2 menjadi sekitar 2.294 kg.

Satelit ERS-2 merupakan satelit tercanggih dari jenisnya pada masa itu yang dikembangkan dan diluncurkan oleh Eropa.

Bersama kembarannya, ERS-1, satelit ini mengumpulkan data berharga tentang tutupan kutub, lautan, dan permukaan daratan.

Satelit ini juga mengamati berbagai bencana alam seperti banjir dan gempa Bumi di daerah terpencil.

Menurut ESA, data yang dikumpulkan oleh ERS-2 sejak puluhan tahun lalu masih digunakan hingga saat ini.

Pada tahun 2011, ESA memutuskan untuk mengakhiri operasi satelit dan melakukan deorbitasi.

ERS-2 dinonaktifkan untuk mencegah penambahan sampah luar angkasa yang mengorbit Bumi.

ESA mulai mempersiapkan kehancuran ERS-2 bahkan sebelum misi utamanya berakhir pada 2011.

Tercatat ERS-2 pernah melakukan 66 kali pembakaran mesin pada Juli dan Agustus 2011, dikutip dari Live Science, Senin (12/2/2024).

Manuver tersebut menghabiskan sisa bahan bakar satelit dan menurunkan ketinggian rata-ratanya dari 785 km menjadi sekitar 573 km.

Cara ini bertujuan untuk mengurangi risiko tabrakan dengan satelit lain atau puing-puing ruang angkasa.

Baca juga: Mengenal Satelit Satria-1, Apa Manfaatnya bagi Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Tren
Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Tren
Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Tren
Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Tren
Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Tren
Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Tren
Siasat SYL 'Peras' Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Siasat SYL "Peras" Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com