Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Massa Karbon Ratusan Kali Lebih Banyak dari Manusia, Bukti Adanya Penghuni Dunia Bawah

Kompas.com - 21/02/2024, 14:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jauh di bawah permukaan Bumi, terdapat ekosistem luar biasa luas yang penuh dengan kehidupan.

Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, tim ilmuwan internasional mengungkap bagaimana miliaran makhluk hidup telah hidup bermil-mil di bawah permukaan Bumi.

Dilansir dari IFL Science, Sabtu (17/2/2024), para peneliti menghitung ukuran harta karun kehidupan yang misterius ini untuk pertama kalinya pada pertemuan tahunan American Geophysical Union pada 2018.

Mereka melaporkan, sekitar 70 persen dari jumlah mikroba di planet Bumi hidup di bawah permukaan tanah.

Secara total, mikroorganisme ini mewakili sekitar 15 hingga 23 miliar ton karbon, ratusan kali lebih besar dari massa karbon seluruh manusia di Bumi.

Karbon merupakan unsur penyusun hampir seluruh makhluk hidup. Pada tubuh manusia, unsur karbon menyusun sekitar 18 persen.

Selain itu, aktivitas makhluk hidup juga membutuhkan karbon dalam berbagai bentuk, termasuk proses respirasi, makan, fotosintesis, dan transportasi.

Dengan temuan massa karbon jauh lebih banyak dari manusia, dipastikan kehidupan dunia bawah juga jauh lebih ramai dibandingkan di permukaan.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Dunia Bawah Tersembunyi yang Penuh Makhluk Aneh


Keanekaragaman makhluk di bawah permukaan Bumi

Para peneliti yang terdiri dari 1.000 ilmuwan dari 52 negara di seluruh dunia belum menyentuh permukaan tanah saat mendeskripsikan mikroorganisme bawah tanah.

Namun, prakiraan pertama menunjukkan bahwa keragaman genetik kehidupan di bawah permukaan mungkin sebanding atau melebihi kehidupan di atas permukaan.

Inilah mengapa ekosistem di bawah Bumi dijuluki sebagai Galapagos Bawah Tanah, kepulauan di Ekuador yang populer dengan keanekaragaman hayatinya.

Kendati demikian, penulis studi dan profesor mikrobiologi di Universitas Tennessee, Amerika serikat, Karen Lloyd menegaskan, tidak ada makhluk raksasa yang menghuni dunia bawah.

Bakteri dan mikroorganisme bersel satu, arkea atau archaea, tampaknya mendominasi kehidupan bawah, meski peneliti mencatat cukup banyak makhluk lain di sana.

Misalnya, para peneliti mendeskripsikan kelompok cacing atau nematoda tak dikenal yang berada di kedalaman 1,4 kilometer di sebuah tambang emas di Afrika Selatan.

"Sepuluh tahun lalu, kami hanya mengambil sampel di beberapa lokasi, tempat yang kami perkirakan akan ditemukan kehidupan," kata Lloyd, dikutip dari laman Science Daily, Senin (10/12/2018).

Lebih lanjut, penelitian pada 2018 mengambil sampel yang sangat dalam di lokasi mana pun, dan hampir selalu menemukan kehidupan.

"Meskipun pengambilan sampel tersebut jelas hanya menjangkau sebagian kecil dari biosfer dalam," tambah Lloyd.

Baca juga: Penemuan Sampan Suku Maya di Goa Meksiko, Bisa Jadi Tanda Gerbang Dunia Bawah

Halaman:

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com