KOMPAS.com - Tanggal 31 Januari 1926 adalah peringatan hari lahir Nahdlatul Ulama atau disingkat NU.
Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari, kakek dari Presiden Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 16 Rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam jurnal Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (2016) oleh Muhammad Masyhuri, NU adalah organisasi keagamaan yang sudah berperan aktif sejak masa perjuangan kemerdekaan Indonesia sampai saat ini.
Salah satu peran penting NU masa itu adalah menentang semua kebijakan pemerintah kolonial, khususnya di bidang pendidikan yang menyengsarakan rakyat pribumi pada masa penjajahan.
Pasalnya, Belanda telah bersikap tidak adil dalam hal administrasi sekolah yang mengintimidasi dan mengancam eksistensi sekolah, pesantren, dan guru sekolah.
Untuk memperingati Hari Lahirnya Nahdlatul Ulama, mari simak sejarah dan perannya berikut ini.
Baca juga: Kumpulan Ucapan dan Twibbon Harlah Ke-101 NU 28 Januari 2024
Sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama tidak terlepas dari peranan tiga tokoh penting, yaitu KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri.
Berdirinya NU bermula dari dibentuknya kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari sejumlah ulama.
KH Wahab Chasbullah membentuk kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran atau disebut juga Nahdlatul Fikr atau Kebangkitan Pemikiran pada 1914.
Adapun tujuan didirikannya Nahdlatul Fikr adalah untuk memberikan layanan pendidikan sosial-politik kepada kaum santri.
Dua tahun kemudian, tahun 1916, para kiai pesantren mendirikan organisasi baru bernama Nahdlatul Wathan atau Kebangkitan Tanah Air, yang tujuannya adalah untuk melawan penjajahan Belanda.
Kemudian pada 1918, organisasi serupa juga turut dibentuk yang disebut Nahdlatul Tujjar atau Kebangkitan Saudagar.
Setelah ketiga organisasi tersebut lahir, muncul inisiatif untuk menggabungkannya menjadi satu-kesatuan.
Tujuannya adalah agar organisasi ini bisa lebih kuat dan memiliki cakupan yang lebih luas.
Tidak hanya itu, penggabungan ini juga dilakukan untuk menyikapi sejumlah masalah yang muncul pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti masalah agama, sosial, dan kebangsaan.