KOMPAS.com - Fenomena munculnya awan tebal disertai kilatan petir, terekam kamera warga di Cicalengka, Jawa Barat.
Dalam video tersebut, awan tebal dengan kilatan petir di dalamnya disebut terjadi pada Selasa (23/1/2024) malam.
"Penampakan Kumpulan Awan Tebal dan Kilatan Petir Terekam Warga Cicalengka," tulis unggahan akun Twitter atau X @fakta.jakarta.
Disebutkan, awan tebal tersebut terjadi di lokasi belakang Gunung Puncak Suji, Jawa Barat.
Lalu, apa itu fenomena munculnya awan tebal disertai petir seperti terjadi di Cicalengka?
Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat, Hadi Saputra mengatakan, awan tebal dengan kilatan petir seperti dalam video itu adalah awan cumulonimbus.
Menurut hasil pengamatan citra satelit Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), awan tersebut terpantau terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Barat.
"Ini gambar dari citra satelitnya. Terjadi pada Selasa (23/1/2024) sekitar pukul 8-9 malam," kata Hadi, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/1/2024).
Awan cumulonimbus adalah awan berbentuk vertikal yang menyerupai gumpalan awan dan menjadi satu-satunya awal penghasil hujan es, petir, dan kilat, seperti dikutip dari Meto Office.
Hadi mengatakan, kemunculan awan cumulonimbus menandakan bahwa wilayah yang berada di bawahnya tengah diguyur hujan lebat dalam waktu singkat yang disertai dengan petir.
Wilayah yang diselimuti awan cumulonimbus juga akan berpotensi mengalami angin kencang.
"Untuk wilayah Jawa Barat, awan-awan cumulonimbus biasanya hadir mulai dari pergantian musim kemarau ke musim hujan sampai peralihan dari musim hujan ke musim kemarau," terang Hadi.
Di puncak musim hujan seperti ini, menurut Hadi, awan cumulonimbus di Jawa Barat berpotensi terjadi setiap hari.
Baca juga: Muncul Lingkaran Awan di Citra Radar BMKG Jawa Timur, Benarkah Tanda Angin Kencang atau Badai?
Awan cumulonimbus juga dikenal dengan thunderheads atau kepala petir lantaran bentuknya yang menjulang tinggi menyerupai menara.
Awan ini terbentuk di bagian bawah troposfer atau lapisan atmosfer yang paling dekat dengan Bumi.
Umumnya awal tebal tersebut terjadi karena penguapan dan efek rumah kaca sehingga kerap terjadi pada wilayah dengan udara hangat.
Sementara kilatan petir di dalam awan cumulonimbus terjadi ketika tetesan air yang terionisasi di dalam awan saling bergesekan.
Hal itu menyebabkan jantung awan cumulonimbus memunculkan kilatan. Muatan statis yang terbentuk itu akhirnya menciptakan petir.
Awan cumulonimbus biasanya terbentuk di wilayah dengan kondisi yang hangat dan lembab.
Baca juga: Warganet Sebut Hanya Ada Awan Tipis di Yogyakarta Saat Wilayah Lain Hujan, Ini Penjelasan BMKG
Cumulonimbus adalah awan yang sering dikaitkan dengan penyebab cuaca ekstrem. Dampak dari fenomena itu bisa menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti hujan lebat, banjir bandang, dan badai petir.
Dalam beberapa kasus, awan tersebut memiliki energi cukup besar sehingga dapat berkembang menjadi supercell sehingga menghasilkan angin kencang, banjir bandang, dan petir yang menyambar.
Awan cumulonimbus juga bisa menyebabkan angin tornado atau puting beliung.
Wilayah yang diselimuti awan cumulonimbus umumnya akan diguyur hujan deras dalam waktu singkat, yakni sekitar 20 menit.
Curah hujan dengan intensitas tinggi yang singkat itu disebabkan karena awan tidak hanya membutuhkan energi untuk terbentuk, tetapi juga mengeluarkan energi.
Selain menyebabkan cuaca ekstrem, awan tebal dengan kilatan petir atau awan cumulonimbus juga menjadi momok bagi maskapai pesawat terbang karena membahayakan penerbangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.