Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Tagar #Nazarpemilu yang Ramai Dibicarakan di Media Sosial...

Kompas.com - 08/01/2024, 08:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warganet baru-baru ini meramaikan tagar #nazarpemilu di media sosial X (dulu Twitter).

Dalam unggahannya, beberapa warganet sengaja bernazar untuk melakukan sesuatu, jika salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang didukung menang Pemilu 2024.

Sebagai contoh, akun @reinhart*** bernazar akan memberi beasiswa untuk orang dari luar Pulau Jawa agar kuliah di Jakarta atau Bandung.

Sementara akun @selam*** akan memberikan pendampingan cara mendapatkan beasiswa kepada anak SMA dan kuliah dalam nazarnya.

Akun @Trader***  bahkan akan memberikan uang kepada warganet yang menyukai unggahannya jika pasangan calon (paslon) Pemilu 2024 yang dipilihnya menang.

Lalu, apa makna di balik tagar #nazarpemilu ini?

Baca juga: Profil dan Rekam Jejak 3 Pasangan Bacapres-Bacawapres Pilpres 2024


Berisi harapan pemilih

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardi mengatakan tren tagar #nazarpolitik ini dapat memiliki arti ganda.

"Pertama, itu ekspresi budaya dan agama," ujar pria yang akrab disapa Dodi ini kepada Kompas.com, Minggu (7/1/2024).

Selain bentuk dari budaya dan agama yang dimilik warga Indonesia, dia menafsirkan tagar ini sebagai harapan rakyat.

Menurutnya, rakyat membuat nazar itu sebagai bentuk harapan agar bisa mengubah keadaan. Perubahan yang diinginkan tentu tergantung siapa paslon yang didukung pengucap nazar.

Dodi menilai, nazar disampaikan untuk mengurangi beban ketidakpastian dari kemenangan elektoral capres-cawapres pada pemilu mendatang.

"Nazar itu untuk mengurangi ketidakpastian, apakah harapannya akan terpenuhi," tambah dia.

Baca juga: MUI Tegaskan Golput di Pemilu 2024 Hukumnya Haram, Ini Alasannya

Jadi tunggangan politik

Bendera partai politik dipasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (17/1/2023). Penyusunan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Sosialisasi yang akan mengatur seputar sosialisasi bakal calon peserta Pemilu 2024 sebelum masa kampanye pemilu ditargetkan sudah tuntas akhir Januari ini.


KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
17-1-2023AGUS SUSANTO Bendera partai politik dipasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (17/1/2023). Penyusunan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Sosialisasi yang akan mengatur seputar sosialisasi bakal calon peserta Pemilu 2024 sebelum masa kampanye pemilu ditargetkan sudah tuntas akhir Januari ini. KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 17-1-2023
Terpisah, pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menyebut kemunculan tagar #nazarpemilu sebagai hal baru dalam Pemilu Indonesia.

"Malah positif, bagus. Dalam Pilpres ini, ada masyarakat yang jika paslon yang didukungnya menang, mereka bernazar membantu pihak lain itu positif ya justru baik. Kita dukung," katanya kepada Kompas.com, Minggu.

Menurutnya, isi nazar yang positif lebih penting ketimbang siapa paslon yang didukung oleh para pembuat nazar.

Lebih lanjut, Ujang menilai tren ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung calon yang dipilihnya. 

"Mereka kelihatannya bersemangat untuk memenangkan capres atau kandidat itu, sehingga membuat nazar atau janji membantu pihak lain," tambah dia.

Meski demikian, dia menilai tagar ini bisa ditunggangi oleh tim sukses paslon, koalisi, atau bahkan para kandidat.

Namun, Ujang mengingatkan bahwa menunggangi nazar masyarakat merupakan hal yang tidak tepat.

"Kalau nazarnya betul-betul berangkat dari keinginan masyarakat itu bagus," tegasnya.

Baca juga: Peta Koalisi Capres-Cawapres pada Pemilu 2024

Terlalu percaya diri atau takut ada kecurangan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, nazar merupakan hal yang lazim dilakukan masyarakat Indonesia sebagai bentuk rasa syukur atas doa dan harapan yang dikabulkan dari Tuhan.

Dia menuturkan, pelaksanaan Pemilu memang sarat akan nazar, terutama dari kalangan elite politik.

Tak hanya itu, Hasan menyebut nazar dapat menggambarkan situasi berbeda, tergantung isinya.

"Jika nazarnya muluk-muluk, seperti jalan kaki Jogja-Jakarta atau gantung diri di Monas, hal itu menunjukkan gejala over confident, kepercayaan diri yang berlebihan," terangnya kepada Kompas.com, Minggu.

Menurutnya, nazar seperti ini dibuat tidak sesuai motif dalam tradisi keberagamaan.

Baca juga: Di Balik Kabar Absennya Jokowi dalam HUT PDI-P karena Tugas Negara...

Sebaliknya, nazar yang wajar dan sesuai kompetensi orangnya menunjukkan harapan, doa, sekaligus kekhawatiran ada penghalang bagi terwujudnya doa dan harapan tersebut.

"Masyarakat yang menyampaikan nazarnya tentu berharap agar calon yang didukungnya menang. Namun, di sisi lain, mereka memiliki kekhawatiran akan adanya penghalang, seperti mobilisasi aparatur negara dan kecurangan yang massif," kata dia.

Dalam konteks ini, Halili menilai wajar jika nazar yang dibuat terkait Pilpres 2024 lebih banyak disampaikan pendukung paslon nomor urut 1 dan 3.

"Mereka tahu bahwa paslon 2 mendapat support sepenuhnya dari presiden dan lingkar politiknya di pemerintahan yang sumber dayanya tak terbatas," ungkapnya.

"Masyarakat itu kemudian mengkhawatirkan penghalang besar itu makanya mereka kemudian 'melibatkan' Tuhan, Yang Maha Agung, melalui nazar-nazar tersebut," pungkasnya.

Baca juga: Pemilu 14 Februari 2024 Hari Libur Nasional, KPU: Agar Partisipasi Pemilih Optimal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com