Dalam unggahannya, beberapa warganet sengaja bernazar untuk melakukan sesuatu, jika salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang didukung menang Pemilu 2024.
Sebagai contoh, akun @reinhart*** bernazar akan memberi beasiswa untuk orang dari luar Pulau Jawa agar kuliah di Jakarta atau Bandung.
Sementara akun @selam*** akan memberikan pendampingan cara mendapatkan beasiswa kepada anak SMA dan kuliah dalam nazarnya.
Akun @Trader*** bahkan akan memberikan uang kepada warganet yang menyukai unggahannya jika pasangan calon (paslon) Pemilu 2024 yang dipilihnya menang.
Lalu, apa makna di balik tagar #nazarpemilu ini?
Berisi harapan pemilih
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardi mengatakan tren tagar #nazarpolitik ini dapat memiliki arti ganda.
"Pertama, itu ekspresi budaya dan agama," ujar pria yang akrab disapa Dodi ini kepada Kompas.com, Minggu (7/1/2024).
Selain bentuk dari budaya dan agama yang dimilik warga Indonesia, dia menafsirkan tagar ini sebagai harapan rakyat.
Menurutnya, rakyat membuat nazar itu sebagai bentuk harapan agar bisa mengubah keadaan. Perubahan yang diinginkan tentu tergantung siapa paslon yang didukung pengucap nazar.
Dodi menilai, nazar disampaikan untuk mengurangi beban ketidakpastian dari kemenangan elektoral capres-cawapres pada pemilu mendatang.
"Nazar itu untuk mengurangi ketidakpastian, apakah harapannya akan terpenuhi," tambah dia.
"Malah positif, bagus. Dalam Pilpres ini, ada masyarakat yang jika paslon yang didukungnya menang, mereka bernazar membantu pihak lain itu positif ya justru baik. Kita dukung," katanya kepada Kompas.com, Minggu.
Menurutnya, isi nazar yang positif lebih penting ketimbang siapa paslon yang didukung oleh para pembuat nazar.
Lebih lanjut, Ujang menilai tren ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung calon yang dipilihnya.
"Mereka kelihatannya bersemangat untuk memenangkan capres atau kandidat itu, sehingga membuat nazar atau janji membantu pihak lain," tambah dia.
Meski demikian, dia menilai tagar ini bisa ditunggangi oleh tim sukses paslon, koalisi, atau bahkan para kandidat.
Namun, Ujang mengingatkan bahwa menunggangi nazar masyarakat merupakan hal yang tidak tepat.
"Kalau nazarnya betul-betul berangkat dari keinginan masyarakat itu bagus," tegasnya.
Terlalu percaya diri atau takut ada kecurangan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, nazar merupakan hal yang lazim dilakukan masyarakat Indonesia sebagai bentuk rasa syukur atas doa dan harapan yang dikabulkan dari Tuhan.
Dia menuturkan, pelaksanaan Pemilu memang sarat akan nazar, terutama dari kalangan elite politik.
Tak hanya itu, Hasan menyebut nazar dapat menggambarkan situasi berbeda, tergantung isinya.
"Jika nazarnya muluk-muluk, seperti jalan kaki Jogja-Jakarta atau gantung diri di Monas, hal itu menunjukkan gejala over confident, kepercayaan diri yang berlebihan," terangnya kepada Kompas.com, Minggu.
Menurutnya, nazar seperti ini dibuat tidak sesuai motif dalam tradisi keberagamaan.
Sebaliknya, nazar yang wajar dan sesuai kompetensi orangnya menunjukkan harapan, doa, sekaligus kekhawatiran ada penghalang bagi terwujudnya doa dan harapan tersebut.
"Masyarakat yang menyampaikan nazarnya tentu berharap agar calon yang didukungnya menang. Namun, di sisi lain, mereka memiliki kekhawatiran akan adanya penghalang, seperti mobilisasi aparatur negara dan kecurangan yang massif," kata dia.
Dalam konteks ini, Halili menilai wajar jika nazar yang dibuat terkait Pilpres 2024 lebih banyak disampaikan pendukung paslon nomor urut 1 dan 3.
"Mereka tahu bahwa paslon 2 mendapat support sepenuhnya dari presiden dan lingkar politiknya di pemerintahan yang sumber dayanya tak terbatas," ungkapnya.
"Masyarakat itu kemudian mengkhawatirkan penghalang besar itu makanya mereka kemudian 'melibatkan' Tuhan, Yang Maha Agung, melalui nazar-nazar tersebut," pungkasnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/01/08/083000465/memaknai-tagar-nazarpemilu-yang-ramai-dibicarakan-di-media-sosial-