Belum lagi, pendaki yang memiliki riwayat kesehatan tertentu seperti asma, gas vulkanik dari kawah gunung, dapat memperburuk gejalanya.
"Efek jangka pendeknya bisa mata perih atau iritasi pada mata, bisa mual dan pusing, napas jadi sesak," kata Basuki
Menghirup gas vulkanik terlalu sering juga dapat menimbulkan efek jangka panjang, termasuk infeksi paru-paru dan gangguan pernapasan.
Baca juga: Daftar Lengkap 23 Nama Korban Tewas Letusan Gunung Marapi, Salah Satunya Anggota Polisi
Di sisi lain, Hendra menyebutkan, meningkatnya konsentrasi gas vulkanik dan minimnya sinar Matahari di gunung saat hujan dapat berakibat fatal bagi pendaki.
"Kasus seperti ini pun sempat terjadi di Gunung Sindoro, Jawa Tengah, dan diharap tidak terulang kembali," ucapnya.
Tak hanya itu, gunung berapi yang tenang justru lebih berbahaya saat didaki, terutama saat kewaspadaan para pendaki menurun di musim hujan.
Kondisi tersebut, menurutnya, terlihat pada kasus Gunung Marapi yang terletak di Sumatera Barat.
Sebelum erupsi pada 3 Desember lalu, Marapi tampak dalam keadaan tenang, bahkan masih banyak pendaki yang mengabadikan kondisi kawahnya.
"Yang paling bahaya ini kalau tidak ada kelihatan apa-apa, tiba-tiba berasap. Jadi selama ini pendaki merasa aman kalau musim hujan padahal kemungkinannya lebih besar untuk erupsi," kata Hendra.
Baca juga: Tahun Ini, PVMBG Sebut Alat Pemantau Gunung Marapi Pernah Dicuri Dua Kali
Saat ini, seluruh gunung berapi di Jawa Barat mendapat pemantauan dengan berbagai peralatan yang memadai.
Namun, satu gunung yang mendapat perhatian khusus adalah Gunung Guntur di Kabupaten Garut.
Berdasarkan analisis para ahli, gunung berapi biasanya memiliki siklus letusan 60 tahun sekali. Sementara, Gunung Guntur terakhir erupsi pada 1847.
"Karena inilah sulitnya memprediksi gunung berapi. Sebenarnya kalau harus, ini ya sudah waktunya, tapi kan namanya alam faktornya banyak yang menentukan untuk bisa erupsi," tandasnya.
Baca juga: Berkaca dari Gunung Marapi, Bolehkah Gunung Berstatus Waspada Didaki?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.