Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Naik Pesawat dari Papua Nugini ke Jerman, Ahli Iklim Ini Dipecat

Kompas.com - 24/10/2023, 16:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti iklim, Dr Gianluca Grimalda, dipecat setelah menolak menggunakan pesawat untuk perjalanan pulang dari proyek kerja lapangan di Papua Nugini. 

Dilansir dari The Independent, Kamis (12/10/2023), Grimalda diberitahu Kiel Institute for the World Economy, lembaga penelitian di Jerman, bahwa kontrak penelitiannya telah dihentikan.

"Karena saya tidak mengajar dan pertemuan dapat diadakan secara online, tidak ada yang memerlukan kehadiran saya di Kiel," kata Grimalda.

Perjalanan udara dari Papua Nugini menuju Jerman menurutnya dapat membakar sekitar 4,9 ton karbon dioksida, setara dengan jumlah emisi yang dikeluarkan penduduk dunia dalam satu tahun.

Menurutnya, membakar berton-ton karbon dioksida untuk permintaan tak masuk akal seperti bekerja di lokasi tidak dapat diterima dalam keadaan darurat iklim seperti saat ini.

"Saya akan mengajukan gugatan atas pemecatan yang tidak sah terhadap keputusan ini," kata dia.

Baca juga: Ilmuwan Sebut 6 dari 9 Batasan Dilanggar Manusia, Bumi Tak Lagi Layak Huni


Tak bisa penuhi permintaan untuk kembali lebih cepat

Dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/7/2023), International Energy Agency (IEA) melaporkan, semua aktivitas manusia melepaskan emisi sebanyak 32,6 gigaton karbon dioksida ke atmosfer pada 2017.

Dari jumlah tersebut, industri penerbangan berkontribusi sekitar 1 gigaton karbon dioksida setiap tahunnya.

Guna mengurangi emisi karbon, Grimalda telah menolak perjalanan udara sejak 2010, kecuali tidak memiliki pilihan lain.

Peneliti iklim Grimalda sendiri tercatat mulai bekerja di Kiel Institute for the World Economy pada 2013.

Sikap dan tindakan Grimalda sebelum ini pun telah mendapat dukungan perusahaan tempatnya bekerja.

Hingga pada awal tahun ini, Grimalda memulai perjalanan darat selama 35 hari sejauh 15.000 kilometer termasuk melalui Iran, India, dan Thailand untuk menuju Papua Nugini.

Selama enam bulan terakhir, dia telah berada di Bougainville, Papua Nugini untuk mempelajari dampak sosial dari perubahan iklim dan integrasi pasar di antara 30 komunitas.

Akademisi ini mengakui, kelompoknya seharusnya sudah kembali ke Kiel pada 10 September 2023. Kendati demikian, pihaknya menghadapi ancaman keamanan.

Dia juga telah memberi tahu kepala departemen terkait ancaman yang dihadapi.

"Kami disandera selama beberapa jam dengan ancaman parang. Semua barang milik saya disita. Saya sekarang mengetahui bahwa saya seharusnya juga memberi tahu bagian personalia, saya tidak menyadarinya," ungkapnya.

Tak lama dari kejadian tersebut, dia menghadapi dilema saat atasannya melayangkan peringatan resmi dan memintanya kembali ke meja kerja paling lambat 2 Oktober 2023.

Dilansir dari The Guardian, Kamis, dia memutuskan untuk menolak permintaan tersebut, sehingga perusahaan mengatakan bahwa kontraknya telah diputus.

Adapun dalam perjalanan pulang, Grimalda memilih menggunakan kapal kargo, sebelum melanjutkan perjalanan dengan bus, kereta api, dan kapal feri.

Menurut perhitungannya, rute perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 50 hari. Namun, berhasil mengurangi emisi lebih dari sepuluh kali lipat, dari 5.300 kilogram gas rumah kaca menjadi 420 kilogram.

"Sikap saya tidak naik pesawat, kecuali tidak ada alternatif lain," ujarnya.

Baca juga: Masalah Sampah Kian Parah, Ilmuwan Temukan Semut Terjerat Plastik untuk Pertama Kalinya

Tanggapan Kiel Institute

Kepala Komunikasi Kiel Institute, Guido Warlimont menuliskan, pihaknya tetap berkomitmen pada kebijakan untuk tidak mendiskusikan atau mengomentari masalah hukum pribadi secara publik.

"Hal ini juga untuk melindungi karyawan kami," ujarnya dalam keterangan resmi, menanggapi kasus yang menimpa Gianluca Grimalda.

Menurutnya, secara umum, Kiel Institute mendorong dan mendukung stafnya untuk melakukan perjalanan ramah iklim.

Pihaknya juga berkomitmen untuk menghindari perjalanan udara di Jerman dan negara-negara Uni Eropa lain sejauh yang dapat dilakukan.

"Kami membayar kepada Atmosfair (organisasi nirlaba Jerman untuk penggantian kerugian gas rumah kaca) untuk mengimbangi emisi melalui proyek perlindungan iklim," kata dia.

Warlimont menambahkan, Dr Grimalda merencanakan perjalanan dan melakukan penelitian di Papua dengan dukungan Kiel Institute.

Lembaga ini juga telah mendukung "perjalanan lambat" yang Grimalda lakukan sebelumnya.

"Jadi kami tidak memiliki keraguan umum mengenai perjalanan lambat," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com