Berdasarkan putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023, MK menolak gugatan yang dilayangkan terhadap UU Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.
Dikutip dari Kompas.com, Senin (2/10/2023), majelis hakim menilai alasan para pengugat tidak beralasan menurut hukum.
Pertama, penggugat menilai penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat. Padahal, aturan itu diteken Presiden Joko Widodo di masa sidang kedua.
MK menolak dengan alasan DPR perlu waktu lama untuk menetapkan Perppu menjadi UU. Ini karena Perppu Cipta Kerja bersifat omnibus mencakup 78 undang-undang lintas sektor. DPR juga dinilai tidak buang-buang waktu membahas Perppu itu.
Kedua, penggugat menilai Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa untuk segera dibuat.
MK sebaliknya menyetujui argumen pemerintah yang mengatakan Perppu Ciptaker itu genting dibuat.
Alasannya, terdapat "krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19".
Ketiga, penggugat menyoroti tidak ada partisipasi bermakna dari publik dalam pembentukan Perppu Cipta Kerja.
Namun, MK menilainya partisipasi publik yang bermakna tidak diperlukan pada UU Nomor 6 Tahun 2023 yang bersifat menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Ini karena Perppu butuh waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan putusan.
"Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," lanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.