"Cukup efektif keliatannya," tandas dia.
Sebelumnya, video serupa juga pernah viral di media sosial. Saat itu, pedagang Arab meneriakkan nama Jokowi saat menawarkan dagangannya.
Baca juga: 5 Fakta Jemaah Haji Borong Perhiasan Emas di Arab Saudi, Ternyata Cuma Imitasi
Tidak dipungkiri, transaksi ekonomi yang terjadi antara penjual Arab dan konsumen Indonesia itu dibatasi oleh budaya keduanya, yang paling mencolok adalah bahasa.
Padahal, salah satu kunci agar keduanya saling mengerti dan terkait satu sama lain adalah melalui bahasa.
Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, cara cepat untuk mengatasi hambatan itu adalah dengan menggunakan bahasa lokal yang mudah dimengerti.
Misalnya, dengan penyebutan nama-nama tokoh di Indonesia, seperti Jokowi, Prabowo, Ganjar, dan lain sebagainya.
“(Penyebutan tokoh-tokoh Indonesia) itu membuat kita merasa seperti batasan-batasan bahasa batasan itu bisa luntur,” kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (198/2023).
Sebab, para pembeli asal Indonesia akan beranggapan bahwa pedagang Arab Saudi sudah mengenal mereka.
“Ayo ayo gitu misalnya, itu membuat kita kemudian merasa seperti di rumah sendiri sehingga kemudian munculah trust (kepercayaan),” terang dia.
Kepercayaan yang terbangun membuat pembeli tidak ragu pada harga yang ditawarkan dan kualitas yang disediakan.
Dalam dunia perdagangan seperti pada video di atas, Drajat mengatakan bahwa transaksi yang terjadi bukan persoal supply dan demain.
Tetapi tentang upaya mencari informasi terkait harga dan kualitas. Pembeli tentu akan berhati-hati agar tidak tergocek dan mendapat barang harga mahal, tapi kualitas jelek.
Selain menumbuhkan rasa percaya, menyebut nama-nama yang khas dengan Indonesia juga membuat pedagang dan pembeli semakin akrab.
“Adanya bahasa dan sebutan-sebutan yang khas Indonesia itu membuat kita menjadi lebih akrab, kemudian membuat guyonan (candaan),” terang Drajat.
Hal itu semakin melunturkan jarak bahasa asing dan kebiasaan-kebiasaan yang menghalangi transaksi perdagangan.
“Di situlah kemudian strategi pemasaran dan penawaran barang terjadi,” ucap dia.
Dalam ilmu sosiologi ekonomi, Drajat mengatakan, fenomena seperti itu disebut sebagai substantif, yakni lebih menekankan hubungan-hubungan sosial.
“Itulah pentingnya mempelajari bahasa yang dipakai negara-negara lain dan juga kebiasaan-kebiasaan mereka. Sehingga, ketika melakukan transaksi antar budaya bisa muncul kepercayaan dan relaksasi,” tandasnya.
Baca juga: Cerita Pedagang di Kirab Kaesang-Erina: Habis dalam Hitungan Jam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.