Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pedagang Arab Menyebut Nama Jokowi, Prabowo, Ganjar, dan Anies Saat Tawarkan Barang?

Kompas.com - 20/08/2023, 07:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

"Cukup efektif keliatannya," tandas dia.

Sebelumnya, video serupa juga pernah viral di media sosial. Saat itu, pedagang Arab meneriakkan nama Jokowi saat menawarkan dagangannya.

Baca juga: 5 Fakta Jemaah Haji Borong Perhiasan Emas di Arab Saudi, Ternyata Cuma Imitasi

Melunturkan batasan budaya

Tidak dipungkiri, transaksi ekonomi yang terjadi antara penjual Arab dan konsumen Indonesia itu dibatasi oleh budaya keduanya, yang paling mencolok adalah bahasa.

Padahal, salah satu kunci agar keduanya saling mengerti dan terkait satu sama lain adalah melalui bahasa.

Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, cara cepat untuk mengatasi hambatan itu adalah dengan menggunakan bahasa lokal yang mudah dimengerti.

Misalnya, dengan penyebutan nama-nama tokoh di Indonesia, seperti Jokowi, Prabowo, Ganjar, dan lain sebagainya.

“(Penyebutan tokoh-tokoh Indonesia) itu membuat kita merasa seperti batasan-batasan bahasa batasan itu bisa luntur,” kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (198/2023).

Sebab, para pembeli asal Indonesia akan beranggapan bahwa pedagang Arab Saudi sudah mengenal mereka.

“Ayo ayo gitu misalnya, itu membuat kita kemudian merasa seperti di rumah sendiri sehingga kemudian munculah trust (kepercayaan),” terang dia.

Kepercayaan yang terbangun membuat pembeli tidak ragu pada harga yang ditawarkan dan kualitas yang disediakan.

Baca juga: Viral, Video Pedagang Nasi Kuning Disebut Terbawa Kapal karena Tak Hiraukan Pengumuman Keberangkatan, Ini Klarifikasi Pelni

Dalam dunia perdagangan seperti pada video di atas, Drajat mengatakan bahwa transaksi yang terjadi bukan persoal supply dan demain.

Tetapi tentang upaya mencari informasi terkait harga dan kualitas. Pembeli tentu akan berhati-hati agar tidak tergocek dan mendapat barang harga mahal, tapi kualitas jelek.

Selain menumbuhkan rasa percaya, menyebut nama-nama yang khas dengan Indonesia juga membuat pedagang dan pembeli semakin akrab.

“Adanya bahasa dan sebutan-sebutan yang khas Indonesia itu membuat kita menjadi lebih akrab, kemudian membuat guyonan (candaan),” terang Drajat.

Hal itu semakin melunturkan jarak bahasa asing dan kebiasaan-kebiasaan yang menghalangi transaksi perdagangan.

“Di situlah kemudian strategi pemasaran dan penawaran barang terjadi,” ucap dia.

Dalam ilmu sosiologi ekonomi, Drajat mengatakan, fenomena seperti itu disebut sebagai substantif, yakni lebih menekankan hubungan-hubungan sosial.

“Itulah pentingnya mempelajari bahasa yang dipakai negara-negara lain dan juga kebiasaan-kebiasaan mereka. Sehingga, ketika melakukan transaksi antar budaya bisa muncul kepercayaan dan relaksasi,” tandasnya.

Baca juga: Cerita Pedagang di Kirab Kaesang-Erina: Habis dalam Hitungan Jam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Video Viral Anak Kecil Menangis di Pinggir Waduk Usai Ayahnya Tenggelam, Ini Kata Polisi

Video Viral Anak Kecil Menangis di Pinggir Waduk Usai Ayahnya Tenggelam, Ini Kata Polisi

Tren
'Chicha': Minuman Fermentasi dari Campuran Air Liur Manusia

"Chicha": Minuman Fermentasi dari Campuran Air Liur Manusia

Tren
Kronologi Penangkapan Pegi, Tersangka Kasus Pembunuhan Vina Cirebon yang Buron 8 Tahun

Kronologi Penangkapan Pegi, Tersangka Kasus Pembunuhan Vina Cirebon yang Buron 8 Tahun

Tren
Produk Susu Nol Gula Sukrosa tapi Tinggi Laktosa, Sehatkah Dikonsumsi?

Produk Susu Nol Gula Sukrosa tapi Tinggi Laktosa, Sehatkah Dikonsumsi?

Tren
7 Penyebab Sembelit pada Kucing Peliharaan, Pemilik Wajib Tahu

7 Penyebab Sembelit pada Kucing Peliharaan, Pemilik Wajib Tahu

Tren
Ramai Keluhan SPBU Eror untuk Isi Pertalite dan Biosolar, Pertamina Jelaskan Penyebabnya

Ramai Keluhan SPBU Eror untuk Isi Pertalite dan Biosolar, Pertamina Jelaskan Penyebabnya

Tren
Daftar Negara yang Memiliki Hak Veto di Dewan Keamanan PBB

Daftar Negara yang Memiliki Hak Veto di Dewan Keamanan PBB

Tren
Bisakah Peserta BPJS Kesehatan Langsung Berobat ke Rumah Sakit Tanpa Rujukan?

Bisakah Peserta BPJS Kesehatan Langsung Berobat ke Rumah Sakit Tanpa Rujukan?

Tren
Buntut Film Dokumenter “Burning Sun”, Stasiun TV Korsel KBS Ancam Tuntut BBC

Buntut Film Dokumenter “Burning Sun”, Stasiun TV Korsel KBS Ancam Tuntut BBC

Tren
8 Perawatan Gigi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Termasuk Scaling

8 Perawatan Gigi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Termasuk Scaling

Tren
Gagal Tes BUMN karena Tidak Memenuhi Syarat atau Terindikasi Curang, Apa Penyebabnya?

Gagal Tes BUMN karena Tidak Memenuhi Syarat atau Terindikasi Curang, Apa Penyebabnya?

Tren
Berada di Tingkat yang Sama, Apa Perbedaan Kabupaten dan Kota?

Berada di Tingkat yang Sama, Apa Perbedaan Kabupaten dan Kota?

Tren
Biaya Kuliah UGM Jalur Mandiri 2024/2025, Ada IPI atau Uang Pangkal

Biaya Kuliah UGM Jalur Mandiri 2024/2025, Ada IPI atau Uang Pangkal

Tren
Irlandia, Spanyol, dan Norwegia Akui Negara Palestina, Israel Marah dan Tarik Duta Besar

Irlandia, Spanyol, dan Norwegia Akui Negara Palestina, Israel Marah dan Tarik Duta Besar

Tren
Ramai soal Salah Paham Beli Bensin di SPBU karena Sebut Nilai Oktan, Ini Kata Pertamina

Ramai soal Salah Paham Beli Bensin di SPBU karena Sebut Nilai Oktan, Ini Kata Pertamina

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com