Jika dilihat dari peta kedalaman bawah laut (batimetri), terlihat bahwa cekungan muka busur (berupa depresi di lepas pantai) di selatan Pacitan secara drastis menyempit dibandingkan dengan di selatan Yogyakarta.
"Hal ini mengindikasikan bahwa di selatan Pacitan ada tekanan yang lebih kuat yang diakibatkan oleh adanya morfologi tinggian (tonjolan) di dasar laut yang ikut terseret masuk ke zona subduksi di daerah ini, yang bisa diamati dengan baik dari data batimetri," jelas Gayatri.
Adanya morfologi tinggian ini menjadi ‘ganjalan’ dari proses subduksi sehingga menyebabkan pergerakan lempeng menjadi tertahan.
Energi yang tertahan kemudian dilepaskan melalui sentakan tiba-tiba yang ditandai oleh peristiwa gempa bumi.
Seringkali, gempa bumi yang terjadi berkekuatan M 5-6.
"Ini sebenarnya bisa jadi merupakan pertanda baik, bahwa energi yang tertahan dilepaskan secara bertahap," tandas Gayatri.
Namun, untuk mengetahui berapa nilai energi yang masih tersimpan dan yang dilepaskan, Gayatri mengatakan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Baca juga: 10 Gempa Bumi Terbesar Sepanjang Sejarah, Dua di Indonesia
Menindaklanjuti gempa bumi yang terjadi di Pacitan dalam 3 bulan terakhir, Daryono mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Warga juga disarankan menghindari bangunan yang retak atau rusak akibat gempa.
Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum anda kembali ke dalam rumah.
Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi, seperti: