KOMPAS.com - Memasuki puncak musin kemarau, sejumlah warganet mengaku merasakan sejumlah gejala tanda sakit, seperti demam, hidung tersumbat, hingga batuk.
Gejala tersebut dirasakan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
"Iya lagi banyak bocil-bocil sakit. plis adakah dokter yang bisa menjelaskan kenawhy bisa banyak kasus berbarengan gini," tulis akun @natan****.
Beberapa warganet mengaitkan gejala tersebut dengan kualitas udara di Indonesia.
Sejumlah kota di Indonesia belakangan memang memiliki kualitas udara yang tidak sehat bagi kelompok yang sensitif sebagaimana disampaikan IQAir.
"Gimana gak banyak yg sakit? Apalagi anak2. Kualitas udaranya kyk gini," kata @c0co***.
"Anak-anakku abis ngalamin batuk pilek 3 minggu trus minggu kedua baru keluar demam 3 hari berturut-turut. Finally they cope it very well setelah ke dsa much better. Pada semua oenyebbanya krn udara ama anginan," ungkap @coksa*****.
Lantas, benarkah gejala batuk, pilek, dan demam meningkat karena pengaruh kualitas udara?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kualitas udara bisa menjadi salah satu penyebab munculnya gejala batuk, pilek, dan demam.
"Bisa jadi," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/8/2023)
Namun, dia memastikan bahwa penyebab peningkatkan gejala sakit belakangan ini bukan semata-mata karena kualitas udara di Indonesia.
"Banyak faktor ya," terangnya.
Nadia mengaitkan kondisi kesehatan warga Indonesia dengan fenomena cuaca yang tengah memasuki El Nino dan panas yang berkepanjangan.
"Bisa juga kondisi (karena) kesehatan yang tidak optimal karena faktor lelah lantaran aktivitas sudah kembali 100 persen," tandasnya.
Nadia juga memastikan hal itu terjadi bukan karena munculnya varian baru Covid-19 di Indonesia, Eris.