Ia mengatakan, untuk menghemat waktu makan, orang-orang Jepang memilih menggunakan tangan daripada sumpit.
Selain itu, pada saat itu sushi juga memiliki ukuran besar, sekitar 1,5 sampai 2 kali lebih besar dari nigiri sushi yang banyak dikenal saat ini.
"Oleh karena itu, tidak mungkin dimakan dengan sumpit karena ukurannya terlalu besar dan topping-nya bisa jatuh atau terpisah dari nasi," kata Inu.
"Jadi rata-rata memang dimakan langsung dengan tangan," sambungnya.
Baca juga: Siapa Shunsaku Sagami yang Sukses Jadi Triliuner Terbaru Jepang di Usia 32 Tahun?
Lebih lanjut, Inu juga menuturkan bahwa saat itu sushi mirip dengan makanan cepat saji (fast food).
Sehingga, sushi bisa dimakan dengan lebih praktis dan dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan tangan.
"Sampai saat ini juga kalau kita makan di restoran sushi, baik yang mewah maupun yang berputar (kaiten sushi), maka kita masih bisa melihat orang Jepang yang makan sushi langsung dengan tangannya," ungkapnya.
Kendati demikian, yang sebenarnya tidak boleh dilakukan adalah memisahkan topping (neta) dengan nasinya. Hal ini akan dianggap tidak menghargai koki pembuat sushi tersebut.
"Mengapa dianggap tidak menghargai? Karena saat membuat sushi, koki-koki sudah benar-benar memperhitungkan kecocokan saat nasi dimakan dengan neta tersebut, termasuk perpaduan wasabi dan lainnya," terang Inu.
Baca juga: Viral Pernikahan Suguhkan Sushi Tei, Bebek Peking hingga Starbucks, Ini Ceritanya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.